Jalan Menuju Ukhuwah dan Persatuan

 Oleh Thoriq Aziz, Praktisi Studi Islam dan Arab



Vokal Berdakwah, – Menurut pembacaan teoritis penulis menyoal tentang jalan menuju ukhuwah, bahwa salah satu kewajiban yang paling penting saat ini yang diabaikan banyak kalangan Muslim dalam hidup mereka adalah mengenai ukhuwah dan persatuan bangsa. Hal ini tidak kalah pentingnya dari dua kalimat syahadat, salat, puasa, zakat dan haji.

 

Ukhuwah atau persatuan adalah tujuan dasar dari agama. Persatuan, perkumpulan, kesepakatan, integrasi, non-perpecahan dan konflik adalah kewajiban hukum dan kebutuhan sosial yang darurat.

 

Kewajiban untuk menjaga ukhuwah ini didasarkan pada kesatuan keyakinan (akidah dan iman) di antara semua umat Islam. Artinya,  umat ini selama satu rujukan, maka semestinya juga berkumpul dalam bingkai ukhuwah dan bersatu serta saling mencintai.

 

Dan dalam peribadatan kepada Allah, umat harus menjaga persatuannya. Bagaimana umat ini menjadi bangsa yang menjaga persatuan dan keutuhannya, seperti yang disuratkan oleh Allah dalam firman-Nya, "Sungguh, (agama tauhid) inilah agama kamu, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu maka sembahlah Aku." (QS. Al-Anbiya 21: Ayat 92). "Dan sungguh, (agama tauhid) inilah agama kamu, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku." (QS. Al-Mu'minun 23: Ayat 52)

 

Umat Islam ini dipersatukan oleh agama, hukum, dan aturan-aturan, dan itu adalah tali yang dengannya kita berpegang teguh dan bersatu di atasnya. "Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk." (QS. Ali 'Imran 3: Ayat 103)

 

Dia Allah SWT yang menyatukan hati kita dengan satu pemikiran dan keyakinan pada kebenaran, dan dengan demikian juga menyelamatkan kita dari neraka. Dia berfirman: "Sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara," artinya dengan agama besar ini Allah memberikan bimbingan-Nya agar kita dapat mepersatukan hati kita dan tidak bermusuh-musuhan.

 

Jika kita merenungkan Al-Quran, kita akan menemukan banyak teks-teks yang memerintahkan kita untuk menjadi bersaudara dan saling cinta karena Allah, membangun format kerjasama dan reformasi (mengadakan perbaikan) di antara orang-orang. Kesemua ini menuntut adanya persatuan di antara umat. "Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat." (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 10)

 

Kewajiban hukum dan tugas pokok yang hilang ini, yakni kewajiban menjaga persatuan, berdampak besar pada kondisi umat saat ini. Kemajuan dan keterbelakangan mereka sangat bergantung pada integritas dan persatuan mereka, karena umat dan bangsa ini maju dan menguat sebanding dengan komitmennya terhadap tugas ini (menjaga persatuan, red) dan lalai merawatnya menyebabkan rusaknya kondisi umat dan bangsa ini, serta hilangnya kekuatan dan keterlambatannya untuk menjadi bangsa yang maju. "Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang dan bersabarlah. Sungguh, Allah beserta orang-orang sabar." (QS. Al-Anfal 8: Ayat 46)

 

Siapapun yang melihat keadaan umat dan bangsa dewasa ini akan menemukan kedalaman ayat  di atas, karena mengabaikan persaudaraan, cinta dan persatuan adalah penyebab dari setiap masalah, keterbelakangan, ketidakadilan, kebodohan, hilangnya hak dan dominasi musuh.

 

Dan jika dalam kewajiban-kewajiban individu itu berdampak pada penyucian jiwa, maka kewajiban menjaga persatuan umat berpengaruh pada penyucian bangsa dan kekuatannya, dengan individu-individunya dan secara keseluruhan.

 

Pentingnya kewajiban menjaga persatuan ini tidak kurang dari pentingnya menegakkan agama, melainkan ini merupakan landasan yang kokoh bagi tegaknya agama. Oleh karena itu, Allah SWT memerintahkan kita untuk melakukan kedua-duanya. "Dia (Allah) telah mensyariatkan kepadamu agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan 'Isa, yaitu tegakkanlah agama (keimanan dan ketakwaan) dan janganlah kamu berpecah-belah di dalamnya." (QS. Asy-Syura 42: Ayat 13)

 

Sebagaimana menegakkan agama adalah salah satu kewajiban dari kewajiban-kewajiban yang ada, maka demikian juga tidak berpecah-belah juga merupakan kewajiban untuk menegakkan agama.

 

Jujur penulis merasa prihatin dan tanda tanya besar, di zaman kita saat ini kita menjumpai beberapa Muslim mencoba untuk menegakkan agama dan mengerahkan segala upaya mereka untuk itu, tetapi mereka lupa untuk menjaga ukhuwah atau persatuan, mereka malah mengorbankan persatuan dan tidak menolak perpecahan.

 

Harus diakui pula, di antara kaum Muslimin ada yang membesar-besarkan tidak adanya perpecahan, sehingga mereka mengabaikan pendirian agama dan menerima segala bentuk penyimpangan yang seharusnya ditolak. Namun tugas kita kini adalah

menghadirkan keseimbangan antara menegakkan agama dan persatuan, dan mencapai kedua-duanya.

 

Saatnya kita menghadirkan fikih prioritas dalam kehidupan umat dan bangsa ini. Fikih yang mengedepankan urusan besar dari pada urusan kecil, mendahulukan yang wajib dari yang sunah, menomorsatukan hal-hal dasar dan prinsip dibandingkan hal-hal yang sepele dan kecil. Mari kita tunjukkan konsep Islam tengah atau Islam moderat (Ummatan Wasaṭan) di tengah-tengah masyarakat untuk menghadapi tantangan zaman saat ini.

 

Persatuan umat dan bangsa berarti bekerja sama dalam kebaikan dan kebenaran, bersikap toleran satu sama lain dan saling rendah hati, bukan malah saling klaim paling benar sendiri, angkuh dan ingin menang sendiri. Persatuan ini membutuhkan satu konsensus bersama bahwa kita semestinya memiliki satu kepemimpinan, satu kepala, dan satu referensi yang kita satukan dan pertahankan, dan bahwa kita tidak mengizinkan siapa pun untuk memberontak melawan kepemimpinan umat dan bangsa ini secara tidak adil dan proporsional.

 

Persatuan umat membutuhkan orang kaya yang memberikan sebagian hartanya kepada orang miskin dan orang yang membutuhkan, menghormatinya dan tidak mempermalukannya, menyayanginya dengan perhatian dan hartanya.

 

Selain itu penulis juga ingin mewanti-wanti terhadap bahaya ekstremisme pemikiran atau bisa kita katakan ekstremisme intelektual. Rasulullah, SAW., telah memperingatkan kita tentang hal itu ketika beliau berabda: "Wahai manusia, jauhilah berlebih-lebihan dalam agama karena sesungguhnya yang menghancurkan orang-orang sebelum kalian adalah berlebih-lebihan dalam agama.” (HR.Ibnu Majah). “Binasalah orang-orang yang terlalu berlebih-lebihan (melampaui batas)”. Rasulullah mengucapkannya tiga kali. (Sahih Muslim). Kelompok teroris dan ekstremis itu berusaha menarik pikiran bodoh yang memimpikan kekhalifahan palsu. Mereka yang tega membunuh anggota tentara dan kepolisian hakikatnya adalah ekstremis tiran, mereka tidak tahu apa-apa tentang agama mereka.

 

Sudah tinggi waktunya umat dan bangsa ini perlu mencapai kesatuan sejati, kesatuan di mana setiap unit bangsa ini menempatkan energi dan pikirannya untuk melayani seluruh bangsa.

 

Di antara sebab-sebab persatuan ialah ketaatan kepada auliya al umuur atau pemimpin dan ulama yang terpercaya dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. "Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An-Nisa' 4: Ayat 59)

 

Banyaknya hasutan-hasutan yang bertebaran di media dan lapangan, membuat kita harus semakin sadar terhadap pentingnya ukhuwah dan persatuan. Ukhuwah dan persatuan umat dan bangsa merupakan satu-satunya cara untuk menghadapi hasutan perpecahan.

 

Penulis meminta kepada pihak yang berwenang dalam hal ini pemerintah dan para alim ulama (red, MUI) harus fokus memperkuat persatuan dan kohesi di antara putra-putri bangsa saat ini. Hal tersebut adalah sebuah kebutuhan mendesak bagi umat dan bangsa ini  untuk menghadapi tantangan moderen yang berdatangan.

 

Mari sampaikan pesan perdamaian, rahmat, keadilan, kemanusiaan, kedermawanan, akhlak, kasih sayang, dan dukungan kepada yang lemah. Karena ini merupakan dasar dari ajaran dan nilai-nilai Islam dan ketuhanan. Kita sebagai masyarakat juga selayaknya cerdas dalam menyikapi perbedaan, perbedaan adalah sebuah keniscayaan. Keniscayaan tabiat manusia, keniscayaan bahasa dan keniscayaan agama. Namun tugas kita adalah bagaimana tetap menjaga persatuan di tengah perbedaan yang ada, dan bagaimana berinteraksi dengan perbedaan-perbedaan tersebut.

 

Berhati-hatilah terhadap provokasi “intimidasi dari Islam” yang menampilkan citra kekerasan dan mengobarkan perang bahkan terkesan dukungan teroris, ekstremis, dan arus takfiri, atau yang paling tampak saat ini adalah usaha menghasut kepada perpecahan dan melemahkan kekuatan negara dan ulama serta merusak stabilitas mereka untuk memecah masyarakat.

 

Penulis mendorong pemerintah dan ulama melakukan usaha-usaha atau proyek-proyek untuk memperkuat persatuan dan harmoni di antara individu umat dan masyarakat. Proyek persatuan ini adalah satu-satunya cara untuk menghadapi upaya musuh yang gemar memprovokasi perpecahan. Bangsa ini harus menekankan perlunya bergerak dalam alur kebersamaan dengan tetap menjaga kewaspadaan terhadap gerakan-gerakan yang menyulut kepada perpecahan.

 

Kita tahu Islam adalah agama rahmat bagi sekalian alam. Hal ini tidak terbantahkan oleh siapapun. Namun belakangan muncul gerakan  konfrontasi Islam-Islam dengan tujuan menciptakan margin ketidakstabilan pemerintah dan ketidakpuasan kepada ulama. Keteguhan kita kini diuji, apakah kita ingin menjadi bangsa yang berpecah belah atau ingin tetap bersatu dan utuh. Mari setiap kita menahan dan memukul balik setiap upaya memprovokasi perpecahan dan melemahkan persatuan umat. Wa Allāhu a'lam wa a'lā.


______

*Tulisan ini juga ditayangkan di kompasiana.com

0 Comments