Persiapan Menyambut Ramadan 1441 H di Tengah Pandemi Global Covid-19


Oleh Muh. Thoriq Aziz Kusuma

Persiapan Menyambut Ramadan 1441 H di Tengah Pandemi Global Covid-19

Balaiwarta.online, — Bulan suci Ramadan adalah bulan yang mimiliki tempat khusus dalam sejarah warisan umat Islam. Orang beriman percaya bahwa turunnya Al-Quran dari al-lauh al-mahfuz ke langit dunia terjadi pada malam lailatul qadr di bulan ini. Bulan penuh kemuliaan dan keberkahan, bulan shiyāmqiyām dan tilāwah, bulan ampunan dan kebaikan.

Ramadan Adalah Momentum untuk Berubah

Allah, Swt., memuliakan hamba-hambaNya yang saleh dengan waktu-waktu yang diberkati dimana dilipat gandakan pahala di dalamnya. Waktu dimana atmosfer keimanan itu begitu lekat dan mendalam dan jiwa-jiwa umat beriman mengalami kebangkitan. Salah satu waktu-waktu yang berkati itu ialah bulan Ramadan. Bulan Ramadan adalah kesempatan untuk menyesali segala dosa dan momentum untuk bertaubat dan berubah, serta memperbaharui keimana di dalam hati.

Wajib bagi umat Islam untuk bersiap diri menyambut Ramadan baik secara mental maupun fisik. Sebagaimana para sahabat menyatakan,

اللهمّ بارك لنا في رجب وشعبان، وبلغّنا رمضان

"Ya ALlah berkati kami pada bulan Rajab dan Sya'ban, serta pertemukanlah kami dengan Ramadan."

Sampai betul-betul masuk bulan Ramadan, seorang Muslim harus menyambut Ramadan dengan hati yang hidup, dengan jiwa yang cerah dan memperbaharui perjanjian dengan Allah, Swt., dengan jalan menjaga komitmen untuk berada dalam jalan ketaatan dan ibadah serta menjauhkan diri dari segala macam perbuatan dosa dan kejahatan.

Rasulullah, Saw., bersabda:

رغم أنف رجل ذكرت عنده فلم يصل علي، ورغم أنف رجل دخل عليه رمضان ثم انسلخ قبل أن يغفر له، ورغم 
أنف رجل أدرك عنده أبواه الكبر فلم يدخلاه الجنة

“Betapa hinanya seseorang, namaku disebut di sisinya namun ia tidak bersalawat untukku. Betapa hinanya seseorang, Ramadan mendatanginya lalu Ramadan berlalu sementara ia tak diampuni. Betapa hinanya seseorang, ia dapati kedua orang tuanya yang renta namun ia tak masuk surga (karena tidak berbakti).” (Diriwayatkan Al-Tirmidzi)

Sangat peting bagi kaum Muslimi untuk mengambil momentum atau kesempatan agung yang Allah, Swt berikan ini dengan meninggalkan dengan segera segala perbuatan maksiat dan dosa, bertaubat dan mencari ampunan Illahi sebelum ajal datang menjemput, sehinggat tidak ada penyesalan di kemudian (di akherat kelak).

حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ (99) لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلَّا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا

(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu) “Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, maka dia berkata, “Ya Rabb ku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku berbuat amal yang sholeh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja”. (QS. Al-Mukminun : 99-100)

Bagaimana Cara menyambut Ramadan, Khususnya di Saat Musim Corona?

Nabi Muhammad, Saw., menyambut bulan suci Ramadan dengan cara khusus, tak seperti bulan yang lain. Namun bulan Ramadan memiliki tempat istimewa di mata Rasulullah, Saw., dan juga para sahabat. Nabi, Saw., mengabarkan penyambutan bulan Ramadan dengan kegembiraan.

أتاكم شهر رمضان شهر مبارك فرض الله عليكم صيامه تفتح فيه أبواب الجنة ،وتغلق فيه أبواب الجحيم ، وتغل فيه مردة الشياطين ، وفيه ليلة خير من ألف شهر من حُرم خيرها فقد حُرم

"Telah datang kepada kalian bulan Ramadan, bulan penuh berkah. Allah mewajibkan atas kalian puasa pada bulan tersebut. Pada bulan tersebut semua pintu surga terbuka, semua pintu neraka jahim tertutup, para syaitan yang kufur akan dibelenggu. Dan pada bulan tersebjt terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barang siapa yang terhalangi kebaikan malam tersebut sungguh dia telah terhalangi -dari setiap kebaikan." (Diriwayatkan oleh Al-Nasai di dalam Al-Sunan)

Pertama, yang harus dilakukan dalam menyambut Ramadan ialah dengan bersuka cita dan bergembira. Karena hamba yang saleh bertemu dengan musim kebaikan dan ketaatan dengan kegembiraan dan kesukasitaan.

وَإِذَا مَآ أُنزِلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُم مَّن يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَٰذِهِۦٓ إِيمَٰنًا ۚ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ فَزَادَتْهُمْ إِيمَٰنًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ

"Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya) surat ini?" Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira." (QS. Al-Taubah: 124)

Kedua, menyambut Ramadan dengan puji dan syukur kepada ALlah, Swt.

Ketiga, dengan meluruskan niat dan ikhlas karena Allah, Swt., semata.

Dari Umar bin Khathab, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيِهِ

“Sesungguhnya segala amalan itu tidak lain tergantung pada niat; dan sesungguhnya tiap-tiap orang tidak lain (akan memperoleh balasan dari) apa yang diniatkannya. Barangsiapa hijrahnya menuju (keridhaan) Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya itu ke arah (keridhaan) Allah dan rasul-Nya. Barangsiapa hijrahnya karena (harta atau kemegahan) dunia yang dia harapkan, atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu ke arah yang ditujunya.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari)

Keempat, persiapan lebih awal menyambut Ramadan.

سَأَلْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنْ صِيَامِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ : كَانَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ قَدْ صَامَ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ قَدْ أَفْطَرَ ، وَلَمْ أَرَهُ صَائِمًا مِنْ شَهْرٍ قَطُّ أَكْثَرَ مِنْ صِيَامِهِ مِنْ شَعْبَانَ ، كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ ، كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلا قَلِيلاً   

Aku bertanya kepada ‘Aisyah radhiyallahu 'anha tentang puasa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka ia menjawab:”Beliau shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa hingga kami mengatakan beliau selalu berpuasa. Dan beliau tidak berpuasa sampai-sampai kami mengatakan beliau tidak pernah berpuasa. Aku tidak pernah melihat sama sekali beliau berpuasa lebih banyak dibandingkan di bulan Sya’ban. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa hampir satu bulan penuh. Beliau berpuasa di bulan Sya’ban seluruhnya kecuali sedikit (yang beliau tidak berpuasa di dalamnya ).” (HR. Muslim)

Kelima, bertaubat yang sesungguh-sungguhnya.

Keenam, mengetahui pentingnya waktu. Banyak orang kehilangan kesempatan karena kebodohan mereka terhadap pentingnya waktu.

Ketujuh, sedikit makan yang merupakan maqaashid dari pada ibadah puasa.

Kedelapan, mengetahui hukum-hukum puasa.

Ramadan Empat Hari Lagi!

Menurut kalender yang telah beredar bahwa Ramadan tahun 2020 ini diperkirakan akan jatuh pada hari Jumat tanggal 24 April 2020.

Itu artinya Ramadan empat hari lagi. Lalu bagaimana menyambut Radaman di tengah pagebluk Covid-19 ini, serta berkenaan dengan fikih karantina, social distancing dan PSBB di berbagai kota di Indonesia.

Sejak pandemi Corona ini meluas kemana-mana, serta lantaran mengikuti protokol kesehatan dari para dokter ahli dan tim medis untuk penanganan pencegahan penularan virus, MUI mengeluarkan fatwa dan tanggung jawab keagamaan tentang peniadaan pelaksanaan salat Jumat dan jemaah lima waktu di Masjid. Bahkan otoritas keagamaan dan pemerintah Saudi juga melakukan demikian.

Hukum Puasa di Saat Musim Pagebluk Corona

Bulan Ramadan adalah bulan yang paling afdal di sisi Allah, Swt., yakni bulan shiyām dan qiyām (bulan puasa dan qiyām di malam hari). Bulan yang agung untuk berbuat banyak kebaikan, bulan dimana Al-Quran Al-Karim diturunkan oleh Allah, Swt.

Puasa di bulan suci Ramadan merupakan bagian dari rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh kaum Musimin. Di dalam Al-Quran AL-Karim dan Al-Sunah Al-Maqbulah terdapat dalil yang utuh mengenai kewajiban berpuasa di bulan Ramadan. Pertanyaan besarnya adalah bagaimana dengan puasa di musim pagebluk Corona seperti saat ini? Bolehkan seorang Muslim meninggalkan puasa untuk menjaga kondisi kesehatannya, baik karena ODP, PDP atau positif suspect Covid-19 atau belum terindikasi apa-apa.

Secara konvensional, para ulama telah menyepakati tentang bolehnya seorang Muslim tidak berpuasa karena sakit, dan wajibnya ia mengqadhaa di waktu yang lian saat ia sembuh. Hal ini berdasar pada Firman Allah, Swt., yang berbunyi:

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.”
(QS. Al-Baqarah: 185)

Al-Imām Ibnu Qudāmah dalam kitab Al-Mughnī (4/403) dan juga Al-Imām Al-Nawawī dalam kitab al-Majmū’ (6/261), mejelaskan bahwa yang dimaksud dengan kondisi sakit yang membolehkan seseorang tidak berpuasa adalah:

1.Penyakit akan meningkat atau semakin parah karena puasa
2.Pemulihan kesehatan tertunda karena berpuasa
3.Pasien mengalami kesulitan dalam berpuasa meskipun tidak ada peningkatan penyakit dan tidak ada penundaan dalam pemulihan
4.Sangat khawatir akan menjadi sakit karena berpuasa

Simpulan dari penjelasan di atas adalah bahwa hukum berpuasa bagi umat Islam di musim Corona seperti saat ini ada tiga kategori:

Pertama, pasian suspect Corona-19 atau PDP yang memerlukan obat dan penanganan intensif di bawah pengawasan dokter ahli dan dikhawatirkan beresiko tinggi jika dia berpuasa, bahkan akan mengancam keselamatan nyawanya atau menyebabkan disfungsi salah satu organ tubuhnya, maka penderita suspect demikian ini wajib berobat dan diharamkan berpuasa.

Kedua, pasien dalam pengawasan atau orang dalam pengawasan petugas kesehatan berwenang yang mengalami kesulitan dalam berpuasa dikarenakan harus menjaga kesehatan tubuhnya dengan olahraga dan minum air atau vitamin secara teratur demi menjaga kekebalan tubuhnya untuk mencegah virus Corona maka dia diperbolehkan tidak berpuasa.

Hal ini juga berlaku bagi staf paramedis dari kalangan dokter dan tenaga perawat yang bertugas di garis depan menangani pasien Corona. Mereka diperbolehkan untuk tidak berpuasa jika mereka terancam keselamatan jiwanya oleh karena berpuasa.

Ketiga, bagi masyarakat muslim umumnya yang sehat jasmani-rohani dan tidak dalam kondisi sakit, maka mereka tetap wajib berpuasa Ramadlan secara sempurna, karena belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara puasa dan ancaman infeksi dengan virus Corona baru Covid 19.

Hingga kini belum ada studi ilmiah terdokumentasi dan terkonfirmasi yang dapat digunakan dalil untuk menyatakan bahwa puasa dapat mempengaruhi kemungkinan infeksi manusia dengan virus Corona menurut pembacaan para dokter ahli kesehatan dan makanan.

Bahkan dilansir dalam situs kesehatan Alodokter.com, bahwa puasa yang sehat justru dapat bermanfaat secara psikis dan fisik. Secara psikis, puasa dapat menanggulangi stres dan depresi untuk beberapa orang karena mereka belajar untuk mengendalikan diri. Selain itu, setelah beberapa hari berpuasa tubuh akan mengalami peningkatan endorfin dalam darah yang memberikan perasaan sehat secara mental.

0 Comments