Qana'ah sebagai Kunci Kebahagiaan dalam Islam


Pendahuluan

Salah satu sifat mulia yang Allah dan Rasul-Nya anjurkan untuk dimiliki oleh seorang Muslim adalah qana'ah, yakni sikap merasa cukup dengan apa yang telah diberikan oleh Allah. Dalam kehidupan modern yang penuh dengan persaingan dan keinginan untuk memiliki lebih banyak, konsep qana'ah menjadi semakin relevan dan penting. Di tengah arus materialisme yang kuat, sifat ini berperan penting untuk mengajarkan kita bagaimana menjalani kehidupan dengan tenang dan bahagia, tanpa terjebak dalam ketamakan duniawi.

Ar-Raghib menjelaskan bahwa qana'ah adalah "Hiya al-ijtaaz bi-l-yasir min al-aghrad al-muhtaj ilayha, merasa cukup dengan sedikit dari kebutuhan yang diperlukan."[1] Ini berarti, seseorang yang memiliki sifat qana'ah tidak selalu berambisi untuk memiliki lebih banyak, melainkan merasa puas dan bersyukur dengan apa yang telah dimilikinya. Hal ini selaras dengan firman Allah dalam Al-Qur'an:

وَلَا تَتَمَنَّوْا۟ مَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بِهِۦ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا ٱكْتَسَبُوا۟ ۖ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٌ مِّمَّا ٱكْتَسَبْنَ ۚ وَسْـَٔلُوا۟ ٱللَّهَ مِن فَضْلِهِۦٓ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمًا

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisa: 32)

Ayat ini mengingatkan kita untuk tidak iri terhadap rezeki orang lain dan fokus pada usaha serta karunia yang telah Allah berikan kepada kita. Inilah dasar dari sikap qana'ah yang sesungguhnya.

Definisi Qana'ah dalam Islam

Qana'ah dalam pandangan Islam memiliki makna yang mendalam. Secara bahasa, qana'ah berarti merasa puas dan cukup dengan apa yang dimiliki, meskipun hanya sedikit. Namun, makna qana'ah tidak hanya sebatas pada jumlah harta benda, tetapi juga mencakup penerimaan terhadap kondisi hidup, baik suka maupun duka.

Allah berfirman dalam QS. An-Nahl: 97:

"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."

مَنْ عَمِلَ صَٰلِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”

Ayat ini menunjukkan bahwa kehidupan yang baik, yang merupakan buah dari qana'ah, tidak tergantung pada banyaknya harta benda atau status sosial seseorang, melainkan pada amal saleh dan keimanan. Dengan demikian, seorang Muslim yang memiliki sifat qana'ah akan merasakan kebahagiaan dan ketenangan, karena ia percaya bahwa segala sesuatu yang ia terima adalah bagian dari ketetapan Allah yang terbaik untuknya.

Qana'ah sebagai Solusi dari Iri Hati dan Keserakahan

Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali tergoda untuk membandingkan diri dengan orang lain, terutama dalam hal materi. Media sosial, iklan, dan lingkungan sekitar seolah-olah terus-menerus mendorong kita untuk mengejar lebih banyak harta, kekuasaan, atau prestise. Hal ini seringkali menimbulkan perasaan iri hati dan ketidakpuasan. Namun, Islam menawarkan solusi atas permasalahan ini melalui sifat qana'ah.

Ayat dalam QS. An-Nisa: 32 dengan tegas melarang kita untuk bersikap iri terhadap rezeki orang lain. Islam mengajarkan bahwa setiap individu memiliki rezekinya masing-masing yang telah ditentukan oleh Allah. Dengan memahami dan menghayati konsep ini, kita akan mampu menahan diri dari perasaan iri dan bersyukur atas apa yang telah Allah anugerahkan kepada kita.

Selain itu, qana'ah juga melindungi seseorang dari keserakahan. Seorang yang tidak memiliki qana'ah akan selalu merasa kurang, meskipun ia memiliki harta yang melimpah. Sebaliknya, seorang yang memiliki qana'ah merasa cukup dengan apa yang dimilikinya dan tidak tergoda untuk terus-menerus mengejar harta yang lebih banyak.

Kekayaan Sejati: Antara Harta dan Jiwa

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Nabi Muhammad bersabda:

ليس الغِنَى عن كَثْرَة العَرَض، ولكنَّ الغِنَى غِنَى النَّفْس

"Kekayaan bukanlah dengan banyaknya harta benda, tetapi kekayaan adalah kekayaan jiwa."[2]

Al-'Aradh adalah harta benda dunia. Makna hadits tersebut adalah kekayaan yang terpuji adalah kekayaan jiwa dan rasa cukup, serta sedikitnya ketamakan, bukan banyaknya harta dengan selalu ingin menambahnya. Karena orang yang selalu ingin menambah (harta), tidak akan pernah merasa cukup dengan apa yang dimilikinya, sehingga ia tidak akan pernah merasa kaya.

Hadits ini mengandung makna yang sangat dalam tentang esensi kekayaan. Kekayaan yang sebenarnya bukanlah diukur dari banyaknya harta yang dimiliki, melainkan dari rasa cukup dan puas yang ada dalam hati. Orang yang kaya jiwa adalah orang yang tidak tamak, yang tidak selalu menginginkan lebih dari apa yang ia miliki.

Dalam konteks ini, qana'ah menjadi kunci utama untuk mencapai kekayaan sejati. Seseorang yang memiliki qana'ah akan merasa kaya meskipun hartanya sedikit, karena ia telah mencapai kedamaian batin dan kebahagiaan yang sejati. Sebaliknya, orang yang terus-menerus mengejar harta tanpa rasa qana'ah akan selalu merasa miskin, tidak peduli seberapa banyak kekayaan yang ia miliki.

Qana'ah dan Kebahagiaan dalam Kehidupan

Ali bin Abi Thalib - radhiyallahu 'anhu - pernah berkata:

"Al-hayat al-tayyibah hiya al-qana'ah, kehidupan yang baik adalah qana'ah."[3]

Perkataan ini mengandung hikmah yang besar. Qana'ah adalah kunci dari kehidupan yang baik, karena dengan qana'ah, seseorang tidak akan pernah merasa khawatir atau gelisah tentang rezekinya. Ia akan selalu merasa cukup dan bersyukur dengan apa yang telah Allah berikan kepadanya, sehingga hidupnya akan lebih tenang dan bahagia.

Kebahagiaan yang diperoleh melalui qana'ah tidak tergantung pada faktor eksternal seperti harta, jabatan, atau status sosial, melainkan berasal dari dalam diri seseorang yang mampu menerima ketetapan Allah dengan lapang dada. Inilah yang membuat qana'ah menjadi sumber kebahagiaan yang abadi.

Peran Qana'ah dalam Masyarakat Modern

Di era modern ini, di mana konsumerisme dan materialisme mendominasi kehidupan banyak orang, sifat qana'ah menjadi semakin langka namun sangat dibutuhkan. Banyak orang yang merasa hidupnya kosong dan tidak bahagia meskipun memiliki harta yang melimpah. Mereka terus-menerus dikejar oleh ambisi untuk memiliki lebih banyak, namun tidak pernah merasa puas.

Dalam konteks ini, qana'ah dapat menjadi solusi bagi krisis kepuasan yang melanda masyarakat modern. Dengan memiliki sikap qana'ah, seseorang tidak akan terjebak dalam siklus tak berujung dari keinginan untuk selalu memiliki lebih banyak. Sebaliknya, ia akan merasa cukup dengan apa yang ia miliki dan fokus pada hal-hal yang lebih esensial dalam hidup, seperti keimanan, amal saleh, dan hubungan yang baik dengan sesama.

Kesimpulan

Qana'ah adalah salah satu sifat terpuji dalam Islam yang mengajarkan kita untuk merasa cukup dan bersyukur atas apa yang telah Allah berikan. Sifat ini bukan hanya kunci kebahagiaan individu, tetapi juga solusi bagi berbagai permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat modern, seperti iri hati, keserakahan, dan ketidakpuasan. Dengan mengamalkan qana'ah, kita akan mampu menjalani kehidupan yang lebih tenang, bahagia, dan bermakna.

 



[1] Ma'jam Mufradat Alfaz al-Qur'an, hlm. 429.

[2] Shahih al-Bukhari (4/182) ber nomor (6446), dan Shahih Muslim (2/726) ber nomor (1051).

[3] Tafsir Ibn Kathir (2/585).

0 Comments

Newest