Mengadopsi Pelajaran Moral dari Kisah Pengorbanan Nabi Ibrahim, As., dan anaknya, Ismail, As.

Kamis, 30 Juli 2020 | 07:25

Khutbah Idul Adha 1441 H/ 2020 M
Oleh Muh. Thoriq Aziz, S. Pd., Lc.

Dokumen foto. Ustaz Thoriq Aziz menyampaikan khutbah Idul Adha di lapangan Desa Pandeyan, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali tahun 2015.

الحمد لله, الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره, ونعوذ بالله تعالى من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا, من يهده الله فلا مضل له, ومن يضلل فلا هادي له. وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له, وأشهد أن محمدا عبده ورسوله, صلوات الله وسلامه عليه, ورضي الله عن آله وأصحابه, الذين آمنوا به وعزروه ونصروه, واتبعوا النور الذي أنزل معه, أولئك هم المفلحون.
أما بعد
 فيا أيها المسلمون !  اتقوا الله حق تقاته ولاتموتن الا وانتم مسلمون وافعلوا الخير لعلكم تفلحون, واعلموا أن يومكم هذا يوم عظيم وعيد كريم, قال تبارك وتعالي : (قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ) [يونس:58]..
هذا يوم العيد, هذا يوم التكبير. زينة أعيادنا نحن المسلمين التكبير, فالله أكبر الله أكبر الله أكبر, الله أكبر الله أكبر الله أكبر,
لاإله الله والله أكبر, الله أكبر ولله الحمد.

Al-ḥamdulillāh, segala puji dan syukur kita haturkan ke hadirat Allah, Swt., al-raḥmān al-raḥīm atas segala nikmat dan karuniaNya tak terbilang. Nikmat Allah, Swt., kepada maklukNya sungguh luas, lebih-lebih nikmat iman dan Islam sebagai permata paling berharga dalam hidup kita selaku Mukmin, juga nikmat al-ṣiḥḥah wa al-'āfiyah, nikmat kesehatan dan kewarasan yang menjadi modal kita dalam beramal saleh, amar ma'ruf nahi munkar.

Salawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad, Saw., yang menjadi uswah ḥasanah, suri tauladan bagi seluruh umat manusia. Dialah Nabi penyebar risalah Islam sebagai rahmat bagi semesta alam.

Hadirin sidang jamaah Idul Adha yang dimuliakan oleh Allah, Swt.

الله أكبر الله أكبر الله أكبر, الله أكبر الله أكبر الله أكبر, لاإله الله والله أكبر, الله أكبر ولله الحمد.

Hari ini adalah hari raya umat Muslimin, hari pengagunggan, perhiasan hari raya umat Islam adalah takbir, sebuah pengagungan kepada Zat yang Maha Agung, yaitu Allah, Swt.

Allāhu akbar, Allah Maha Besar, adalah simbol dan atribut umat Islam. Seorang Muslim tatkala mengerjakan salat setiap hari lima kali, mereka mengerjakannya dengan dibuka dan diawali memakai kalimat takbir, Allāhu akbar, Allah Maha Besar. Azan yang berkumandang setiap hari lima kali juga diawali dengan takbir, Allāhu akbar, Allah Maha Besar. Manakala umat muslim menyembelih hewan kurban di hari raya Idul Adha, mereka juga menyebut nama Allah dan bertakbir, bismillāhi wa Allāh akbar, dengan menyebut nama Allah dan Allah Maha Besar.

Allahu akbar, Allah Maha Besar adalah simbol dan atribut kaum muslimin di setiap saat, kapan dan dimanapun. Bilamana kaum muslimin memasuki sebuah perang, maka teriakan, pekikan dan panggilan takbir, Allāh akbar, Allah Maha Besar menggema di tengah-tengah mereka. Itulah yang membuat hati musuh-musuh Islam menjadi takut dan ciut nyalinya.
Allāhu akbar, Allah Maha Besar adalah perhiasan yang dipakai kaum muslimin pada saat merayakan hari rayanya. Mereka seraya berucap, Allāhu akbar, Allāhu akbar, Lā ilāha illā Allāhu wa Allāhu akbar, Allāhu akbar wa Lillāhil ḥamd.

الله أكبر الله أكبر الله أكبر, الله أكبر الله أكبر الله أكبر, لاإله الله والله أكبر, الله أكبر ولله الحمد.

Kita saat ini berada di hari yang agung, sebuah hari pesta dan perayaan yang mulia, Allah, Swt., menutup hari-hari di antara manusia dengan sebuah perayaan yang penuh keberkahan, sebaik-baik dan seagung-agung hari di sisi Allah, Swt., yakni hari haji teragung, hari kurban, tiga hari seusainya, ialah hari-hari dimana kaum Muslimin berpesta dan merayakan kegembiraan dengan makan dan minum serta berzikir kepada Allah, Swt.

Dari Abdullah bin Qurṭ, Ra., Rasulullah, Saw., bersabda,

إِنَّ أَعْظَمَ الأَيَّامِ عِنْدَ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَوْمُ النَّحْرِ ثُمَّ يَوْمُ الْقَرِّ

"Sesungguhnya hari yang paling agung di sisi Allah Tabāraka wa Ta’ālā adalah Yaumun Naḥr (hari kurban) dan Yaumul Qar (hari al-Qar).” (HR. Abu Daud)

Dalam kitab 'Aunul Ma'būd, Syarh Sunan Abi Daud, yang dimaksud Yaumul Qor adalah hari setelah Yaumun Naḥr. Karena di hari itu, jamaah haji menetap di Mina, setelah mereka menyelesaikan ṭawwāf al-ifāḍah dan berkurban. Kemudian mereka beristirahat.

Ketika Yaumul Qar, tentu kita tidak boleh berpuasa. Karena termasuk hari tasyrik. Yang bisa kita lakukan adalah memperbanyak zikir dan memuji Allah, Swt., dan sering-sering melantunkan takbir.

Allah, Swt., berfirman,

وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ

“Ingatlah Allah di hari-hari yang terbilang.” (QS. Al-Baqarah: 203).

Yang dimaksud dengan “hari-hari yang terbilang” adalah tiga hari setelah Idul Adha, yaitu hari tasyrik. Ini merupakan pendapat Ibnu Umar dan mayoritas ulama. Sementara Ibnu Abbas dan Aṭa berpendapat bahwa “hari-hari yang terbilang” jumlahnya empat hari, yakni Idul Adha dan 3 hari setelahnya.

وَقَالَ -صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ-: "يَومُ عَرَفَةَ وَيَومُ النَّحرِ وَأَيَّامُ التَّشرِيقِ عِيدُنَا أَهلَ الإِسلامِ، وَهِيَ أَيَّامُ أَكلٍ وَشُربٍ". رَوَاهُ أَحمَدُ وَغَيرُهُ وَصَحَّحَهُ الأَلبَانيُّ. وَفي رِوَايَةٍ: "يَومُ الفِطرِ وَيومُ النَّحرِ وَأَيَّامُ التَّشرِيقِ عِيدُنَا أَهلَ الإِسلامِ..."، وَقَالَ -عَلَيهِ الصَّلاةُ وَالسَّلامُ-: "أَيَّامُ التَّشرِيقِ أَيَّامُ أَكلٍ وَشُربٍ وَذِكرٍ اللهِ". رَوَاهُ مُسلِمٌ

Allah, Swt., telah mensyariatkan kepada kita wahai saudaraku kaum Muslimin sekalian, bahwa pada hari raya ini sebuah ibadah dan ritual yang agung dan menjadikannya sebagai tanda ketakwaan hati.

ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى ٱلْقُلُوبِ

"Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati." (Al-Hajj: 32)

Demikian itulah yang diperintahkan Allah, Swt., yaitu mentauhidkanNya dan mengikhlaskan ibadah bagiNya. Dan barangsiapa melaksanakan perintah Allah, Swt., dan mengagungkan setiap simbol-simbol agama termasuk di dalamnya rangkaian manasik haji dan tempat-tempatnya, serta hewan-hewan kurban yang disembelih, yaitu dengan cara memperlakukannya dengan baik dan menggemukannya, bentuk pengagungan semacam ini, termasuk perbuatan orang-orang yang memiliki hati yang menyandang sifat takwa kepada Allah, Swt., dan takut kepadaNya.

Hadirin sidang jamaah Idul Adha yang dimuliakan oleh Allah, Swt.

الله أكبر الله أكبر الله أكبر, الله أكبر الله أكبر الله أكبر, لاإله الله والله أكبر, الله أكبر ولله الحمد.


Hakikat dari ibadah kurban adalah “bertaqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah, Swt.,” dengan menjalankan segala perintah-perintahNya, menjauhkan larangan-laranganNya, dan menunaikan apa yang diizinkan olehNya.

Makna dan konsekuensi yang menunjukkan kepasrahan diri dengan tulus atau ikhlas hanya karena Allah, bukan karena lainnya merupakan bentuk penghambaan setiap Muslim dalam mendekatkan diri kepada Allah, Swt.

Oleh sebab itu mari pada momentun hari raya Idul Adha ini kita bersemangat untuk memperbaiki hati kita dan menghilangkan segala macam bentuk ketidakmurniaan yang ada. Inilah bukti nyata perbaikan yang tampak, dan perbaikan yang paling agung adalah memperbaiki hati. Ini adalah kewajiban yang paling wajib dari yang wajib. 

Firman Allah, Swt., 

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (Al-Zariyat: 56)

Allah, Swt., tidak menciptakan jin dan manusia dan mengutus para rasul kecuali untuk tujuan luhur, yaitu beribadah hanya kepadaNya semata bukan kepada selainNya.
Tauhid kepada Allah, Swt., adalah pondasi sebuah keamanan dan kebahagiaan. .

 ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَلَمْ يَلْبِسُوٓا۟ إِيمَٰنَهُم بِظُلْمٍ أُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمُ ٱلْأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ

"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk." (Surat Al-An’am Ayat 82)

Orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya, dan melaksanakan syariatNya dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan kesyirikan, mereka itulah yang akan mendapatkan ketenangan dan keselamatan, dan mereka itulah orang-orang yang memperoleh taufik menuju jalan yang benar.

Hadirin sidang jamaah Idul Adha yang dimuliakan oleh Allah, Swt.

الله أكبر الله أكبر الله أكبر, الله أكبر الله أكبر الله أكبر, لاإله الله والله أكبر, الله أكبر ولله الحمد.

Hari raya Idul Adha adalah hari pengorbanan dan penebusan, hari kegembiraan, suka-cita dan ketenangan, hari pemberiaan dari Tuhan yang memiliki langit dan bumi kepada para Nabi yang mulia, Nabi Ibrahim, As., dan Nabi Ismail, As., pemilik keutamaan dan perjuangan.

 وَقَالَ إِنِّى ذَاهِبٌ إِلَىٰ رَبِّى سَيَهْدِينِ

"Dan Ibrahim berkata: Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku." (Al-Saffat Ayat 99)

Mari kita belajar keikhlasan dan ketabahan dari kisah Nabi Ibrahim, As., dan Nabi Ismail, As.

Sejak kecil, Nabi Ibrahim, As., sudah banyak menghadapi cobaan. Bahkan beliau termasuk dari para Nabi yang diberi gelar Ulul Azmi, suatu gelar yang diberikan kepada nabi yang memiliki ketabahan, tekad, dan kesabaran yang luar biasa.

Di awal masa kenabiannya, ia diuji dengan ujian yang sangat berat, sebagai konsekuensi pada dakwahnya, ia harus dihukum dengan dibakar hidup-hidup oleh Raja Namrud. Bahkan ia diuji dengan tak dikaruniai anak yang telah ia impikan sejak lama.

Tatkala Nabi Ibrahim, As., dikaruniai anak, ia kembali diuji dengan harus meninggalkan istri dan anaknya di lembah gersang dan tandus. Semua itu ia lakukan karena iman dan ketakwaannya kepada Allah, Swt. Akan tetapi, tugas dan dawuh Allah, Swt., kali ini datang kepada Ibrahim dengan cerita yang berbeda. Episode ujian bagi Nabi Ibrahim, As., berlanjut dengan tingkat cobaan yang lebih berat.

Dikisahkan, lewat perantara mimpi, wahyu yang ditunjukkan kepada Nabi Ibrahim, As., menunjukkan dirinya sedang menyembelih anaknya, Ismail. Nabi Ibrahim paham bahwa itu ialah pesan yang disampaikan Allah, Swt., pada dirinya. Sangat berat, namun, itu datang dari zat Yang Maha Kuasa. Maka, tidak ada pilihan bagi Nabi Ibrahim selain melaksanakannya.

Sebagai nabi yang bijaksana, ia tidak langsung menyembelih Ismail. Suatu hari, ia menanyakan hal tersebut kepada anaknya. Dan, meminta pendapat Ismail, As.,  mengenai mimpi yang ia dapat.

Disinilah, bagaimana gelar ‘Halim’ yang berarti lapang dada terbuktikan. Ismail tidak lari, Ismail tidak menolak, ia menerima kabar tersebut, dan menyarankan ayahnya untuk menunaikan tugas yang telah dititahkan kepadanya. Ia tahu bahwa ayahnya mendapat perintah tersebut dari Allah, Swt. Sungguh, suatu ketabahan yang menunjukkan level kenabian seorang Ismail.

Kisah ketabahan ayah dan anak itu terukir abadi pada Al-Quran:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur yang sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkan apa pendapatmu!’ Ia menjawab ‘Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS Al-Shaffat: 102).

Begitu pula dengan Nabi Ibrahim, melihat ketabahan Ismail, ia lebih mantap untuk menunaikan ujiannya. Diambilnya sebilah pisau, diasahnya pisau tersebut, berharap tak begitu menyakiti Ismail nantinya. Sungguh momen yang sangat berat bagi keduanya. Ujian ganda bagi seorang ayah dan anak yang telah dipilih oleh Allah.

Ismail menyaksikan ayahnya menyiapkan peralatan itu dengan hati yang tegar. Ketika Nabi Ibrahim melentangkannya untuk siap disembelih, ia bersiap dengan ketabahan dan keteguhan hati lebih dari ujian-ujian sebelumnya.

Lebih berat dari ketika ia dibakar oleh Raja Namrud. Juga, ketika harus meninggalkan istri dan anaknya di lembah tandus tanpa kehidupan. Kali ini, Nabi Ibrahim bersiap menyembelih anaknya sendiri.

Ketika pisau yang tajam itu sudah hampir menyentuh leher Ismail, maka Allah menunjukkan kebesarannya. Jasad Ismail bisa digantikan seekor domba yang besar, tepat sebelum pisau itu menyentuh leher Ismail. Kedua ayah dan anak itupun lolos ujian untuk kesekian kalinya.

Seperti dikisahkan dalam Al-Quran:

فَلَمَّآ أَسْلَمَا وَتَلَّهُۥ لِلْجَبِينِ * وَنَٰدَيْنَٰهُ أَن يَٰٓإِبْرَٰهِيمُ * قَدْ صَدَّقْتَ ٱلرُّءْيَآ ۚ إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجْزِى ٱلْمُحْسِنِينَ * إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ ٱلْبَلَٰٓؤُا۟ ٱلْمُبِينُ * وَفَدَيْنَٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ * وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِى ٱلْءَاخِرِينَ

“Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan, Kami panggilah dia, ‘Hai Ibrahim, sesungguhnua kami telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah kami memeberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan, kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian’.” (QS. Al-Shaffat: 103-108).

Peristiwa ujian Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail tersebut menjadi latar belakang ibadah Hari Raya Idhul adha yang kita kenal hari ini. Menyerahkan sebagian harta untuk berkurban, menunjukan tekad dan bukti ketakwaan seorang muslim. Seperti Nabi Ibrahim yang mengorbankan harta paling berharganya, seorang anak berbakti bernama, Ismail.


Hadirin sidang jamaah Idul Adha yang dimuliakan oleh Allah, Swt.

الله أكبر الله أكبر الله أكبر, الله أكبر الله أكبر الله أكبر, لاإله الله والله أكبر, الله أكبر ولله الحمد.


Untuk setiap ujian yang datang, merupakan kesempatan kita untuk bereaksi dan merespons, mendemontrasikan ukuran kita untuk menjadi sadar diri dan sadar akan kehadiran Tuhan dalam hidup ini. Jika kita mematuhi dan taat aturan perilaku yang ditentukan olehNya, maka ujian itu datang sebagai kesempatan untuk pengembangan diri dan memperkuat kesadaran kita akan Sang Pencipta.

Mungkin merupakan mimpi utopis untuk berharap bahwa kita dapat benar-benar meniru kualitas keteladanan, ketabahan dan ketundukan yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim, As., kepada Tuhan. Namun demikian,bagaimanapun itu menjadi inspirasi agar kita dapat berdiri dalam kepatuhan dan komitmen sebagai hamba untuk tunduk dengan sepenuh hati kepada Perintah Tuhan demi mencari ridaNya.

Cukuplah untuk mengatakan bahwa pengabdian kepada Tuhan dan tunduk pada aturanNya adalah kunci keberhasilan dalam mengejar falah (kesuksesan/kesejahteraan dalam kehidupan ini dan selanjutnya). Tantangannya bagi umat Islam saat ini adalah menemukan cara untuk menginternalisasi filosofi di balik kisah Nabi Ibrahim, As., semangat Haji dan Idul Adha; dan menjadi Muslim yang sadar akan Allah, Swt., mematuhi hukum-hukum-Nya dan mengadopsi kebenaran dan hikmah di setiap peristiwa dalam kehidupan ini.

Hadirin sidang jamaah Idul Adha yang dimuliakan oleh Allah, Swt.

Di akhir khutbah ini, mari kita memohon kepada Allah, agar kita digolongkan sebagai hambaNya yang berhak mendapatkan kemenangan di hari raya Idul Adha ini, indikasinya adalah ketabahan, kesabaaran dan pengorbanan kita untuk menegakkan kalimatullāh hiya al-ulyā semakin meningkat.

وإني داع فأمنوا

اللهم اغفر للمؤمنين والمؤمنات, والمسلمين والمسلمات, الأحياء منهم والأموات. اللهم افتح لنا فتحا مبينا, واهدنا صراطا مستقيما, وانصرنا نصرا عزيزاً, وأتم علينا نعمتك, وانشر علينا رحمتك, وأنزل في قلوبنا سكينتك. اللهم تقبلنا في جندك الصادقين, وحزبك الغالبين, وأدخلنا برحمتك في عبادك الصالحين. اللهم أعل بنا كلمة الإسلام, وارفع بنا راية القرآن, واجعل كلمة المسلمين هي العليا, واجعل كلمة أعدائهم هي السفلى. اللهم لا تكلنا إلى أنفسنا طرفة عين ولا أقل من ذلك. اللهم أهلّ هلال هذا العيد علينا بالأمن والإيمان, والسلامة والإسلام, والتوفيق لما تحب وترضى. اللهم تقبل صيامنا, وقيامنا, وصالح أعمالنا, وأخرجنا من هذا الموسم برحمة ومغفرة 
وعتق من النار

اللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالفَحْشَاءَ وَالشَّدَائِدَ وَالفِتَنَ وَالمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً
وَسَائِرِ بُلْدَانِ يَارَبَّ العَالَمِيْنَ

اللهم اجعل بلدنا اندونيسيا هذا بلدا آمنا مطمئنا وسائر بلاد المسلمين. اللهم وحد كلمة الإندونيسيين, اللهم اجمع كلمة الإندونيسيين على الهدى وقلوبهم على التقى ونفوسهم على المحبة وعزائمهم على عمل الخير وخير العمل. اللهم انصر اخوتنا في فلسطين و في عراق و في سوريا وفي كل مكان يا رب العالمين.

{.. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ} [آل عمران : 147], "ربنا اغفر 
لنا ولوالدينا وللمؤمنين يوم يقوم الحساب", {.. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا} [الفرقان : 74], {رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ} [الحشر : 10].
عباد الله : {إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ 
تَذَكَّرُونَ} [النحل : 90] 

وصلى الله وسلم على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه, والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته.



0 Comments