Oleh Muh. Thoriq Aziz Kusuma
Rabu, 16 September 2020 | 14:23
Obat Cemas! |
Vokal Berdakwah, Kabupaten Boyolali – Sejak awal Islam mengakui bahwa sifat asli atau bawaan manusia itu diliputi dengan rasa takut dan kecemasan. Inilah manusia, nilai kemanusiaannya tampak saat ia dapat melawan egonya.
إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir.” (QS. Al-Ma’arij; 19-21)
Diantara sifat asli manusia adalah gampang mengeluh bilama ditimpa kesusahan dan kikir manakala mendapatkan nikmat, ia lupa bahwa dalam rejeki yang ia peroleh sesungguhnya terselip hak-hak orang yang membutuhkan, seperti fakir miskin dan lainnya.
Secara bahasa halū'ā dari suku kata hala'a, yang artinya kaget, terkejut, takut dan panik, yang dalam ayat ini ditafsirkan sebagai sifat keluh kesah.
Dalam Tafsir Fathul Qadir, Imam Syaukani menafsirkan sifat kaluh kesah adalah seseorang yang jika mendapatkan kebaikan tidak bersyukur dan jika tertimpa keburukan tidak bersabar.
Agar kehidupan Mukmin menjadi stabil, maka wajib baginya untuk mengoreksi perilakunya dalam beriman kepada Allah, Swt., Tuhan yang Maha Esa.
Dari Abu Yahya Suhaib bin Sinan, Ra., ia berkata: Rasûlullâh, Saw., bersabda:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
"Sungguh menakjubkan urusan seorang Mukmin. Sungguh semua urusannya adalah baik, dan yang demikian itu tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali oleh orang Mukmin, yaitu jika ia mendapatkan kegembiraan ia bersyukur dan itu suatu kebaikan baginya. Dan jika ia mendapat kesusahan, ia bersabar dan itu pun suatu kebaikan baginya." (HR. Imam Muslim)
Tidaklah Allâh, Swt., menetapkan sesuatu, baik itu takdir kauni atau syar’i, melainkan di dalamnya terkandung kebaikan dan rahmat bagi para hambaNya. Di dalam cobaan, ujian, musibah, petaka, kesulitan, kefakiran, penyakit, dan kematian, semua ini terkandung hikmah yang amat besar yang tidak mungkin bisa dinalar oleh akal manusia.
Sebagaimana Ibnul Qayyim, Raḥimahullāh., katakan, “Andai kata kita dapat menggali hikmah Allâh, Swt., yang terkandung dalam ciptaan dan urusanNya, maka tidak kurang dari ribuan hikmah. Namun, akal kita sangat terbatas, pengetahuan kita terlalu sedikit, dan ilmu semua makhluk akan sia-sia (tidak ada artinya) jika dibandingkan dengan ilmu Allâh Swt., sebagaimana sinar lampu yang sia-sia (tidak ada artinya) di bawah sinar matahari. Dan ini pun hanya gambaran saja, yang sebenarnya tentu lebih dari sekedar gambaran ini.”
Berbagai cobaan, ujian, penderitaan, penyakit, kesulitan, dan kesengsaraan mengandung manfaat dan hikmah yang sangat banyak.
Allâh, Swt., menciptakan makhlukNya untuk memberikan cobaan dan ujian, lalu Dia menuntut konsekuensi dari kesenangan, yaitu bersyukur dan konsekuensi dari kesusahan, yaitu sabar.
Jika seseorang benar-benar beriman, maka segala urusannya merupakan kebaikan. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur dan ketika susah, ia bersabar.
Era moderen ini, keegoisan dan oportunisme telah mendominasi hampir setiap orang, karena perjuangannya adalah untuk mendapatkan uang, menduduki posisi tertentu dan menggapai kepentingan pribadi dan pribadi, gue, gue dan gue. Sampai semua orang hampir menjadi tertarik hanya pada minatnya sendiri, maslahatnya sendiri, kepentingannya sendiri. Dan inilah mengapa saraf menjadi tegang, jiwa terobang-ambingkan menjadi bingung, kecemasan yang menyengsarakan hati, moral yang merosot, nilai-nilai dan perilaku yang terjungkirbalikkan, semua ini menjadi ciri khas zaman dimana kita hidup saat ini. Hal ini tentu tidak seperti generasi orang tua dan kakek nenek serta pendahulu kita yang dengan baik, tidak banyak yang mengenal ketegangan, kecemasan, atau penyakit psikologis.
Sejatinya manusia itu satu keluarga, mereka hidup dengan penuh kasih sayang dan kooperatif, salah satu dari mereka tidak membenci yang lain dan tidak menganggu, melainkan memengaruhi pada dirinya sendiri dan mencintai saudaranya sesama manusia sebagaimana mencintai dirinya sendiri. Manusia sebagai hamba Allah, Swt., mengejawentahkan firman Allah, Swt., QS. Al-Hujurat Ayat 10.
إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
"Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat." (QS. Al-Hujurat Ayat 10)
وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS. Al-Ma’idah Ayat 2)
عَنْ أَبِيْ حَمْزَةَ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ خَادِمِ رَسُوْل الله عَنْ النَّبِي قَالَ : لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
Dari Abu Hamzah Anas bin Malik, khadim (pembantu) Rasulullah, dari Nabi, Saw., beliau berkata, “Tidaklah seseorang dari kalian sempurna imannya, sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya.” (HR. Iman Al-Bukhari)
Sesungguhnya tak hanya kita, namun anak-anak kecil dan kalangan muda pun saat ini juga mengetahui penyakit mental, ketegangan, dan depresi. Kita seua terdominasi oleh sikap sedih dan cemas karena kesemberutan, keegoisan, kecurigaan, pesimisme dan kelesuan.
Terlepas dari semua inovasi dan penemuan serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang luar biasa serta metode kemajuan dan hiburan yang manusia hasilkan dan menyelamatkan orang dari kesedihan dan perasaan tegang dan putus asa, masyarakat kita menderita disintegrasi psikologis, disintegrasi dan penyakit psikologis yang sesungguhnya sangat menakutkan.
Mungkin di antara penyebab kegelisahan, ketegangan, dan gejolak saraf yang membahayakan di era saat ini ialah takut kepada apa pun dan kepada siapa saja yang sesungguhnya tidak ada apa-apanya, serta adanya ekspektasi buruk, berharap bahaya, ketidakpercayaan pada orang lain dan kecurigaan, bahkan kebencian terhadap mereka, perubahan gaya hidup, hubungan sosial, pembalikan nilai dan cita-cita, perpecahan keluarga, banyaknya masalah keluarga dan perbedaan antara suami istri dan lain sebagainya. Selian itu, ditambah lagi saat ini orang sudah terlalu bercita-cita untuk mengumpulkan uang dan menyimpannya karena takut miskin atau takut kehilangan kekayaan. Dan uang itu dapat berbalik melawan pemiliknya dan menjadi kutukan, dan bukan berkah.
Jika penyebab disintegrasi psikologis dan penyakit psikologis yang sesungguhnya sangat menakutkan itu sudah diketahui, jalan untuk pengobatannya pertama dan terutama adalah dengan berpegang pada Kitābulllāh dan sunnatu rasūlih, yakni Al-Quran dan Al-Hadis.
Allah, Swt., telah menetapkan bagi kita metodologi hidup yang tinggi dan juga pendekatan yang paling baik untuk melindungi diri kita dari kejahatan penyakit fisik dan psikologis, serta menangkal ketakutan dan kecemasan.
Allah, Swt., Tuhan yang Maha Pemurah telah menentukan bagi kita langkah-langkah rasional yang menyenangkan kita di dunia ini dan di akhirat kelak, yang pertama adalah kembali berlindung dan bertwakal kepada Allah, Swt.
وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مَخْرَجًا
"Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar." (QS. Al-Talaq Ayat 2)
وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُۥٓ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمْرِهِۦ ۚ قَدْ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَىْءٍ قَدْرًا
"Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (QS. Al-Talaq Ayat 3)
Dan di antara metode pengobatan yang ditawarkan Al-Quran kepada kita untuk menghilangkan penyebab ketegangan dan kecemasan ialah adalah dengan zikrullāh, menyebut nama Allah, Swt., selalu.
Jika sesuatu terjadi pada diri Nabi, Saw., dari gejala beratnya kehidupan semisal kesulitan, kesedihan, kemaharan dan ketersandungan hidup, maka Nabi, Saw., kembali menghadap Allah, Swt., merendahkan diri dan memohon kepadaNya. Di antara doa Nabi, Saw., untuk mencegah insomnia, penglihatan yang menakutkan dan kesusahan adalah sebagai berikut.
إِذَا فَزِعَ أَحَدُكُمْ فِي النَّوْمِ فَلْيَقُلْ أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ غَضَبِهِ وَعِقَابِهِ وَشَرِّ عِبَادِهِ وَمِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ وَأَنْ يَحْضُرُونِ؛ فَإِنَّهَا لَنْ تَضُرَّهُ
"Apabila di antara kalian erasa takut dan kesepian ketika tidur, maka berdoalah : Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari kemarahan dan siksaanNya, serta kejahatan hamba-hambaNya, dan dari godaan setan (bisikannya) serta jangan sampai mereka hadir (kepadaku)." (HR. Abu Dawud)
0 Comments