Wawasan Intelektualitas Dai Menurut Imam Yusuf Al-Qaradawi


Jumat, 28 Agustus 2020 | 06:05

Oleh Al-Faqīr ilā Allāh Ta'ālā, Muh. Thoriq Aziz Kusuma

Al- Imam Al-Syeikh Yusuf Al-Qaradawi

Perantara Nasional, 
Kota Surakarta – Salah satu nikmat Allah, Swt., Tuhan Yang Maha Esa atas hambaNya yang Muslim adalah bahwa Dia memberi mereka nikmat yang besar, yaitu nikmat Islam, dan itu adalah nikmat yang tak ternilai oleh angka dan bilangan berapapun. Dakwah dalam Islam menempati tempat khusus dalam Islam.

Dakwah merupakan tugas para Nabi dan Rasul yang dipilih Allah, Swt., di antara para hambaNya, dakwah juga merupakan pekerjaan para Khulafaurrasyidin serta warisan mereka, dakwah adalah sebaik-baik amalan setelah iman kepada Allah, Swt.

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَآ إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَٰلِحًا وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ

"Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (QS. Fussilat Ayat 33)

Dalam Tafsir Al-Wajiz, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah, Syaikh Prof. Dr. Wahbah Al-Zuhaili, menguraikan interpretasi dari ayat di atas dengan, (Siapakah yang lebih baik perkataannya) maksudnya, tiada seorang pun yang lebih baik perkataannya (daripada seorang yang menyeru kepada Allah) yakni mentauhidkan-Nya (mengerjakan amal yang saleh dan berkata, "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?")

Selain dituntut memiliki budi pekerti yang baik, seorang dai memang seharusnya dibekali secara berkecukupan di bidang ṡaqāfah atau wawasan intelektual. Dalam kehidupan sosial, wawasan intelektual yang luas merupakan modal utama dan sangat signifikan dalam keberhasilan seorang dai di medan dakwah. Kematangan intelektual adalah cerminanan kematangan pribadi. Dengan bekal ṡaqāfah atau wawasan intelektual yang berkecukupan dan luas itu, maka seorang dai akan dengan mudah mencari jalan keluar dari setiap masalah yang muncul.

Bukan sekedar ilmu pengetahuan dan sains, bukan pula sekedar budaya. Ṡaqāfah itu mencakup segala hasil budaya manusia, baik berupa ilmu pengetahuan, sains, seni budaya, tekhnologi, dan bidang kehidupan lainnya. Aktivitas dakwah sangat memerlukan ṡaqāfah dan wawasan intelektual yang luas atau memadai, karena seorang dai harus memberikan nilai-nilai kepada orang lain soal keteladanan, keilmuan dan pergerakan Islam.

Ada enam klasifikasi ṡaqāfah atau wawasan intelektual yang di perlukan seorang da'i dalam aktivitas dakwahnya:

1. Wawasan keislaman
2. Wawasan sejarah
3. Wawasan sastra dan bahasa
4. Wawasan humanoria
5. Wawasan ilmiah
6. Wawasan kontemporer

Wawasan Keislaman

Sumber Islam yang pertama yakni Al-Quran merupakan pilar utama dalam Ṡaqāfah Islamiyah (wawasan keislaman). Segala aspek kehidupan Muslim, baik dimensi akidah, syariah, dan akhlak harus merujuk pada Al-Quran. Ia adalah kalamullah yang mengandung merupakan nur (cahaya) yang menerangi dan menunjuki.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدْ جَآءَكُم بُرْهَٰنٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكُمْ نُورًا مُّبِينًا

"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al-Quran)." (Al-Nisa Ayat 174)

Allah menamakannya pula sebagai ruh, yang menjadi motor penggerak dalam kehidupan.

أَوَمَن كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَٰهُ وَجَعَلْنَا لَهُۥ نُورًا يَمْشِى بِهِۦ فِى ٱلنَّاسِ كَمَن مَّثَلُهُۥ فِى ٱلظُّلُمَٰتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِّنْهَا ۚ كَذَٰلِكَ زُيِّنَ لِلْكَٰفِرِينَ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

"Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-An’am Ayat 122)

Seyogyanya seorang aktivis dakwah itu hafal Al-Quran sebagian atau seluruhnya agar ia dapat dengan mudah menghadirkan ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan situasi dan kondisi terkini yang ada. Al-Qur'an adalah lautan yang tak pernah kering. Ia tak akan habis dikaji sebagai pegangan dan persiapan seorang dai. Kalau mungkin hendaklah ia dapat membaca Al-Qur'an dengan tajwid yang baik sehingga tumbuh kekhusyuan dan penghayatan yang dalam agar bacaan itu memiliki dampak dan pengaruh positif dalam dirinya dan orang lain.

Wawasan Sejarah

Sejarah Islam menyangkut perkembangan politik, sosial, ekonomi dan budaya peradaban Islam. Kebanyakan sejarawan menerima bahwa Islam berasal dari Mekah dan Madinah pada awal abad ke-7 Masehi.

Menurut tradisi, Mabi Islam Muhammad lahir di Mekah sekitar tahun 570. Keluarganya adalah anggota Quraisy, yang merupakan suku utama Mekah dan kekuatan dominan di Arab bagian barat. Pada tahun 610 M, Nabi Islam Muhammad mulai menerima apa yang dianggap umat Islam sebagai wahyu ilahi, menyerukan untuk tunduk kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Wawasan sastra dan bahasa

Jika wawasan keagamaan dan keislaman merupakan yang wajib dikuasi oleh seorang dai pada level pertama, maka sejatinya ilmu sastra dan bahasa juga sama wajibnya untuk dikuasai. Jika ilmu agama dan Islam mengantarkan dai untuk memahami maksud-maksud dan tujuan, sedangkan ilmu sastra dan bahasa mengantarkan dai untuk sampai pada sarana dan instrumen kelengkapan.

Wawasan Humanoria

Mencakup ilmu tentang manusia dan kemanusiaan, psikologi, ilmu sosial dan ekonomi, falsafah, ilmu akhlak, dan ilmu pendidikan.

Wawasan Ilmiah

Yang dimaksud ilmiah disini bukan ilmu seperdi definisi dalam mushtalah fikih. Namun ilmu disini maksudnya adalah wawasan umum untuk menunjang para intelektual, khususnya para dai.

Wawasan Kontemporer dan Terkini

Sebuah wawasan mengenai realitas kehidupan terkini. Seorang dai tak cukup memperoleh ilmu-ilmu keislaman dan ilmu sastra, bahasa dan sejarah, serta meraih juga ilmu humaniora, namun seorang dai juga harus memiliki wawasan faktual terkini, realitas kehidupan terkini.


0 Comments