Pangan dalam Perspektif Islam


Jumat, 31 Juli 2020 | 17:05

Written by Muh. Thoriq Aziz Kusuma

Pangan dalam Perspektif Islam.

Vokal Berdakwah, Kabupaten Boyolali –  Pertanian sangat diperlukan untuk memasok persediaan makanan dan mengamankan kebutuhan manusia yang berkenaan dengan perutnya. Islam mendesak umatnya untuk peduli pada urusan pertanian sebagai pilar utama dalam proses pembangunan ekonomi yang kuat dan memastikan kehidupan yang layak, serta pertanian sebagai sumber makanan utama.

Dari Jabir bin Abdullah, Ra., dia bercerita bahwa Rasulullah, Saw., bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا إِلاَّ كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةً وَ مَا سُرِقَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةً وَ مَا أَكَلَتِ الطَّيْرُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةً وَ لاَ يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةً

“Tidaklah seorang muslim menanam suatu pohon melainkan apa yang dimakan dari tanaman itu sebagai sedekah baginya, dan apa yang dicuri dari tanaman tersebut sebagai sedekah baginya dan tidaklah kepunyaan seorang itu dikurangi melainkan menjadi sedekah baginya.” (HR. Imam Muslim)

Dari Anas bin Malik, Ra.,  Rasulullah, Saw., bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا, أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلَ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيْمَة ٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ

“Tidaklah seorang muslim menanam pohon, tidak pula menanam tanaman kemudian pohon/ tanaman tersebut dimakan oleh burung, manusia atau binatang melainkan menjadi sedekah baginya.” (HR. Imam Bukhari)

Dari Jabir bin Abdullah, Ra., dia berkata, telah bersabda Rasulullah, Saw., :

فَلاَ يَغْرِسُ الْمُسْلِمُ غَرْسًا فَيَأْكُلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ وَ لاَ دَابَّةٌ وَ لاَ طَيْرٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةً إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

“Tidaklah seorang muslim menanam tanaman lalu tanaman itu dimakan manusia, binatang ataupun burung melainkan tanaman itu menjadi sedekah baginya sampai hari kiamat.” (HR. Imam Muslim)

Hadis-hadis di atas merupakan dalil-dalil yang jelas dan tegas mengenai anjuran Nabi, Saw., untuk bercocok tanam, karena di dalam bercocok tanam terdapat 2 manfaat yaitu manfaat duniawi dan manfaat ukhrawi.

Manfaat duniawi dari bercocok tanam adalah menghasilkan bahan makanan yang manfaat untuk penanamnya, masyarakat dan memperbanyak kebaikan-kebaikan. Manfaat ukhrawi yang bersifat agama yaitu berupa pahala atau ganjaran. Sesungguhnya tanaman yang ditanam apabila dimakan oleh manusia, binatang baik berupa burung ataupun yang lainnya meskipun satu biji saja, sesungguhnya itu adalah merupakan sedekah bagi penanamnya, sama saja apakah dia kehendaki ataupun tidak.

Mengutip pendapat Imam Al-Qurthubi, Imam Ibnu Hajar dalam Fathu Al-Bari yang menyatakan bahwa kegiatan menanam ini sebagai panggilan keagamaan yang bermanfaat untuk orang banyak.

Islam memandang profesi petani sebagai profesi yang mulia dan terhormat. Hal ini disebabkan karena Allah, Swt., menciptakan bumi beserta isinya unuk
kemudahan bagi manusia. D alam kadar tertentu tanaman dan tumbuhan di muka bumi dapat tumbuh dengan mudah dan berproduksi sendiri. Allah, Swt., telah menghamparkan bumi, mencurahkan air hujan, angin dan lain-lain untuk memudahkan manusia bercocok tanam. Allah, Swt., berfirman: “Nikmat Tuhan mana yang kamu dustakan?”

Dalam kajian fikih, fardhu kifayah mempelajari ilmu pertanian. Artinya harus ada orang diantara masyarakat yang menguasai ilmu pertanian/pertanaman. Jika tidak ada satupun yang menguasai ilmu tersebut pada satu masyarakat berarti semua orang dalam masyarakat itu akan berdosa. Namun jika ada seorang yang menguasai ilmu pertanian/pertanaman maka gugurlah kewajiban yang lain.

Kebutuhan manusian terhadap ketersediaan pangan merupakan kebutuhan dasar yang mesti dipenuhi. Demikianlah refleksi pentingnya menanan dan bercocok tanam untuk keperluan ketahanan pangan.

Oleh sebab itu Rasulullah, Saw., berpesan agar umatnya gemar menanam sekalipun ia tahu esok akan mati atau kiamat akan tegak.

إن قَامَتِ السَّاعَةُ وَفِي يَدِ أَحَدِكُمْ فَسِيلَةٌ فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ لَا تَقُومَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَغْرِسْهَا

“Jika terjadi hari kiamat sementara di tangan salah seorang dari kalian ada sebuah tunas, maka jika ia mampu sebelum terjadi hari kiamat untuk menanamnya maka tanamlah.” (HR. Bukhari dan Ahmad)

Intinya begitu pentingnya menanam, dalam kegiatan bercocok tanam terkandung nilai-nilai berbagi, empati dan zikir yang membuat hidup ini menjadi lebih berkah.

Islam juga mendesak umatnya dalam upaya pengembangan sektor pertanian dan peningkatannya lebih lanjut dengan metode membangun kembali tanah kosong dan menanaminya.

مَنْ أَحْيَا أَرْضًا مَيْتَةً فَلَهُ فِيهَا أَجْرٌ وَمَا أَكَلَتِ الْعَافِيَةُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ

“Barangsiapa mengolah yang tanah mati (lahan gundul), dia mendapatkan pahala. Apapun yang dimakan oleh makhluk hidup bernilai sedekah baginya.” (HR Al-Baihaqi dalam Sunan Al-Kubra).

Islam melarang semua hal yang dapat merusak sektor pertanian dan mengusik ketahanan pangan.

 مَنْ قَطَعَ سِدْرَةً صَوَّبَ اللَّهُ رَأْسَهُ فِي النَّارِ

“Barang siapa menebang pohon bidara maka akan dituangkan di atas kepalanya air yang panas.” (HR. Abu Dawud)

Pohon bidara atau widara adalah sejenis pohon kecil yang menghasilkan buah di daerah kering. Hadis di atas menunjukkan larangan menebang sembarangan pepohonan yang digunakan untuk bernaung dari panas. Apalagi bila buah yang dihasilkan pohon tersebut bermanfaat bagi makhluk hidup di sekitarnya. Sehingga orang yang menebang pohon dikatakan sebagai orang yang zalim.

Islam mengindikasikan soal makna ini melalui larangan-larangan berbuat kerusakan dan merusak di muka bumi, termasuk merusak ternak dan tanaman.

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللَّهَ عَلَىٰ مَا فِي قَلْبِهِ وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصَامِ

"Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras." (QS. Al-Baqarah: 204)

وَإِذَا تَوَلَّىٰ سَعَىٰ فِى ٱلْأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ ٱلْحَرْثَ وَٱلنَّسْلَ ۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ ٱلْفَسَادَ

"Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan." (QS. Al-Baqarah: 205)

Mengingat upaya yang diperlukan untuk mendapatkan pangan membutuhkan usaha dan waktu, makan dalam prosesnya memerlukan pengembangan metode kerja, produksi pertanian dan manufaktur. Maka Islam menstimulasi umatnya untuk bekerja dengan profesional dan mencari penghasilan dengan jalan yang halal.

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ 

“Tidaklah seorang (hamba) memakan makanan yang lebih baik dari apa yang ia makan, yang berasal dari hasil usaha tangannya (sendiri). Dan sungguh Nabi Dawud, As., makan dari hasil usaha tangannya (sendiri).” (HR. Al-Bukhari)

Sebagaimana diterangkan dalam ayat Al-Quran perihan pentingnya berusaha dalam mencari rezeki dan bertebaran di muka bumi, serta mengerahkan segala bentuk usaha dalam mencari mata pencaharian untuk hidup.

هُوَ ٱلَّذِى جَعَلَ لَكُمُ ٱلْأَرْضَ ذَلُولًا فَٱمْشُوا۟ فِى مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا۟ مِن رِّزْقِهِۦ ۖ وَإِلَيْهِ ٱلنُّشُورُ

"Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan." (QS. Al-Mulk: 15)

Sungguh Islam telah mendorong umatnya untuk mengambil manfaat dari hal-hal baik yang Allah ciptakan agar manusia dapat mengidentifikasi berkat dan karunia Allah, Swt., khususnya karunia berupa berbagai jenis makanan.

وَلَقَدْ مَكَّنَّٰكُمْ فِى ٱلْأَرْضِ وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَٰيِشَ ۗ قَلِيلًا مَّا تَشْكُرُونَ

"Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur." (QS. Al-A’raf: 10)

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُلُوا۟ مِن طَيِّبَٰتِ مَا رَزَقْنَٰكُمْ وَٱشْكُرُوا۟ لِلَّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah." (QS. Al-Baqarah: 172)

Demikian Islam juga mengharamkan kepada umatnya soal pengharaman diri mereka untuk menikmati dan bersenang-senang terhadap hal-hal yang baik dan halal yang memungkinkan mereka memiliki mata pencaharian.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تُحَرِّمُوا۟ طَيِّبَٰتِ مَآ أَحَلَّ ٱللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوٓا۟ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُعْتَدِينَ

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (QS. Al-Ma’idah: 87)

Jika kita umat Islam melakukan hal ini maka kita telah mempersempit apa yang telah diluaskan Allah, dan meluaskan apa yang telah dipersempit Allah kepada kita. Maka janganlah kita melewati batas, sehingga menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan Allah. Sungguh Allah membenci orang-orang yang melewati batas.

Dan yang dimaksud dalam ayat ini bukanlah larangan mengucapkan dengan lisan bahwa sesuatu itu haram bagi kita, namun yang dimaksud adalah meninggalkan atau tidak memakan sesuatu karena ingin mempersulit dan bersikap keras terhadap diri kita, baik itu kita mengucapkan keharaman itu dengan lisan maupun tidak.

وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ

"Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya." (QS. Al-Ma'idah: 88)

Keterkaitan antara ketakwaan dan memakan rezeki dari Allah, Swt., merupakan bukti nyata pentingnya konsisten dan tetap berpegang teguh kepada manhaj atau jalan Allah, Swt., dan bukti pelaksanaan perintah-perintah dan menjahui larangan-larangan Allah, Swt., berkenaan perihal mendapatkan makanan, dan menekankan perlunya menjaga yang halal dan menghindari yang terlarang, karena ini berdampak besar pada kehidupan dan perilaku seseorang.

Sungguh tampak jelas sekali perhatian Islam soal pangan yang mana ini merupakan masalah sentral dan tulang punggung utama  dalam kehidupan manusia. Persoalan pangan juga mengkristalisasi pemikran kebanyakan orang dan membawa kekhawatiran, serta dalam catatan sejarah banyak sekali peperangan yang terjadi disebabkan oleh krisis ekonomi dan pangan.


0 Comments