Mas Sampeyan kok Sudah Jarang Sekali Update Status di FB?


Saya pernah suatu ketika ditanya seseorang. Mas sampeyan kok sudah jarang sekali update status di FB? Apa sampeyan jarang galau? Atau sampeyan sudah tidak lagi punya uneg-uneg yang patut dishare di ranah publik, barang kali ada manfaatnya untuk orang lain?

Saya berhenti beberapa detik. Sewajarnya saya katakan, saya ini sudah cukup lumayan tua, sudah tidak zamannya lagi update status. Terkadang juga galau, tapi cara mengatasinya naik ke peraduan, kontemplasi, sunyi-sepi sendiri, refleksi, merenungi keadaan tanpa harus update-update status. Uneg-uneg tentu ada, malah banyak sekali. Tapi lebih sering saya utarakan langsung dengan teman-teman dekat saya, di pengajian-pengajian, di kampus, di forum diskusi dan lain-lain.


Ternyata sikap seperti ini tidak mutlak benarnya. Di era yang super cepat ini, tua-muda sama saja, sudah tidak ada bedanya di media sosial itu. Cuman kalau usianya sudah dirasa tua, ya jangan terlalu alay lah, jangan norak dan kampungan.

Nah seumpamanya galau, seharusnya tidak sunyi-sepi sendiri, bertapa, kontemplasi, naik ke peraduan atau menyendiri. Ternyata terkadang ada baiknya jika kita share bersama. Jika kegalauan itu menyangkut sosial, kemasyarakatan dan keumatan, barangkalai bisa dipecahkan bersama lewat decision&opinion di kolom-kolom komentar itu.

Kalau uneg-uneg juga sama. Ide kita bisa dibaca oleh siapapun tanpa batas waktu dan tempat. Di era asyaddu as-sur’ah, era super cepat ini, berlaku rumus sederhana view the world with the tap of your fingers. Dunia yang luas ini, bisa kita lihat dengan ketukan jari-jari kita. Artinya tidak usah repot-repot berburu kabar dunia. Kabar di Alaska, kabar di Eskimo, kabar dimana-mana bisa dengan mudah kita cari lewat ketukan jari-jari kita.

Sekian …

0 Comments