Nabi Muhammad SAW Pembawa Rahmat

Google pic.

Fenomena hadirnya ISIS (Islamic State in Iraq and Syria) di era globalisasi ini tentu menarik perhatian dunia. Bagaimana tidak? Melihat aksinya yang brutal, barbar, kejam dan biadab membuat masyarakat dunia tercengang. Terlepas dari kalimat Laa ilaaha illallah dan Allahu akbar yang mereka ucapkan, enteng saja mereka menghabisi nyawa manusia sambil bersiul-siul tanpa mengindahkan nilai dan fungsi kemanusiaan.

Tentu ini contradictio in terminis dengan jargon yang selama ini sudah tersiar ke seluruh pelosok dunia, bahwa islam adalah rahmatan lil ‘alamiin. Nabi Muhammad adalah Nabi pembawa rahmat, hanyalah Nabi pembawa rahmat.“Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Nabi Muhammad), melainkan hanya untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.(QS. Al Anbiya: 107)

Jika dilihat dari shiyagh (bentuk) kalimat dari ayat tersebut, mengandung gaya bahasa atau uslub al-qashr. Setelah huruf maa yang mengandung makna nafii (peniadaan), datang huruf illa yang mengandung makna istitsnaa' (exception atau pengecualian). Tiadalah Kami mengutus kamu (nafii), melainkan hanya untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (istitsnaa'). Yang artinya tidaklah engkau Muhammad kecuali menjadi rahmat bagi semesta alam.

Kekerasan, kebiadaban dan ketidakmanusiawian yang dilakukan oleh ISIS hakikatnya adalah iklan buruk bagi risalah Muhammad sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam semesta. Ditambah lagi dunia timur tengah yang makin tidak menentu arahnya. Bule-bule yang tadinya mau masuk islam jadi ragu untuk syahadat.

Nah kita sebagai kaum muslimin, sebagai anak bangsa yang bersyahadat, harus meluruskan kembali stereotip, dugaan kebanyakan orang pada agama Allah ini. Caranya tentu dengan dakwah risalah muhammadiyah ‘aalamiyyah, menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta.

Kata rahmat bagi semesta alam berarti islam bukan hanya buat orang arab saja, melainkan juga buat orang di luar arab. Bukan pula untuk orang muslim saja tapi juga untuk orang non muslim. Islam adalah rahmat bagi seluruh alam semesta. Karena risalah islam bersifat universal.

Kita harus mampu membangun kebaikan faktual dan aktual, shoolih likulli makaan waz zamaan. Bukan seperti ISIS yang seolah-olah digambarkan membangun Islamic state yang rahmatan lil ‘aalamin, tapi sejatinya mereka hanya menyembar akrobatik teror supaya dikenal dunia. Mereka hanya membuat kamuflase Islamic state yang semu, fiktif, alias menipu, dan itu malah memperburuk citra islam di dunia internasional.

Dalam bukunya Michael H. Hart berjudul “The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History,” nabi kita Muhammad SAW diletakkan diurutan nomer satu. Tulis Michael H. Hart dalam bukunya itu, kenapa Muhammad diletakkan di urutan pertama? Karena dalam kurun waktu tiga belas abad setelah kematiannya, pengaruh Muhammad masih sangat kuat dan merasuk di sanubari para pengikutnya. Bahkan ia juga berkesimpulan hanya Muhammad saja yang mampu melakukan revolusi kemanusian multidimensional, sebelum menutup mata, ia sudah melihat hasilnya.

Prestasi super agung itu semua dikarenakan Nabi memiliki sifat rahmat bagi alam semesta. Kita sebagai pengikutnya pun dituntut untuk meniru beliau. Memiliki sifat rahmat dalam berdakwah, beramar ma’ruf nahi munkar, dan saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.

Written by: M. Thoriq Aziz
(Mahasiswa Fakultas Studi Islam dan Arab, Universitas Al-Azhar, Kairo)

0 Comments