Islam dan Perbaikan Akhlak

Islam dan Perbaikan Akhlak
Oleh Muh. Thoriq Aziz Kusuma
Google pic.

Pembahasan mengenai nilai-nilai akhlak dan etika dalam kehidupan kaum Muslimin merupakan pembahasan yang sangat penting, mengingat di era sekarang, nilai-nilai akhlak dan etika makin terasingkan dalam kehidupan umat manusia. Rasanya hari demi hari, kemajuan zaman membawa pergeseran nilai dan kualitas, kualitas akhlak kian ganjil di era sekarang.
Keberlangsungan, kemajuan dan ketahanan pangan sebuah bangsa atau umat bergantung pada ketetapan mereka berpegang teguh pada nilai-nilai akhlak dan etika. Oleh karena itu, esensi risalah kenabian terletak pada usaha penyempurnaan akhlak. Sebagaimana Sabda Nabi Muhammad, Saw., yang berbunyi,
إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
Artinya: “Sesunnguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang baik.” (HR. Al-Bukhari)
Dalam hadis tersebut, Nabi, Saw., menjelaskan bahwa tujuan utama dari agama Islam yang lurus ini dan dari risalah yang penuh dengan kemurahan hati ini adalah penyempurnaan akhlak. Hal yang paling utama dalam syariat Islam  adalah penyempurnaan akhlak yang baik. Hadis di atas juga mengindikasikan dengan jelas tentang pentingnya akhlak dalam Islam, bahwa akhlak merupakan esensi dari risalah kenabian, akhlak adalah inti dari tugas kenabian.
            Bahkan dalam sebuah ayat, Allah, Swt., memuji Rasulullah, Saw.
وانك لعلى خلق عظيم
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki budi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam : 4).
Menjadi sebuah kelaziman, bahwa maju dan mundurnya sebuah bangsa, bergantung pada akhlak mereka. Jika mereka berdiri di sebuah akhlak yang luhur, maka kemajuan akan dirasa. Jika tidak, maka yang terjadi adalah sebaliknya.
Tak diragukan lagi, baik agama Islam maupun risalah-risalah ketuhanan sebelum Islam semuanya meletakkan fokus perhatiannya kepada perihal akhlak. Akhlak merupakan buah dari iman. Islam mengungkapkan bahwa iman yang sejati adalah yang terlahir dan terbentuk dalam sebuah akhlak yang baik, baik akhlak kepada Tuhan atau yang disebut sebagai Al-Akhlāq Al-Rabbāniyyah, maupun akhlak kepada manusia atau yang disebut sebagai Al-Akhlāq Al-Insāniyyah. Al-Akhlāq Al-Rabbāniyyah semisal bersikap tawakal kepada Allah, Swt., bersyukur atas nikmat dan pemberianNya, takut kepadaNya, berharap rahmatNya, dan lain sebagainya. Sedangkan Al-Akhlāq Al-Insāniyyah seperti jujur, amanah, sikap berani, dermawan, ikhlas berkorban dan berjuang, sikap saling tolong-menolong, dan berbuat baik kepada sesama dan mereka yang lemah, sikap tawādhu' atau rendah hati, rasa malu dan lain-lain.
Malu adalah bagian dari iman. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadis, 
الحياء شعبة من الإيمان
“Dan malu adalah salah satu cabang dari iman.” (HR. Al-Bukhari)
Kita dapat mengetahui manakala al-Quran menyebut tentang iman, maka iman yang dimaksud adalah iman yang terpancar dalam akhlak. Sebagaimana Firman Allah, Swt.,
إنما المؤمنون الذين إذا ذكر الله وجلت قلوبهم وإذا تليت عليهم آياته زادتهم إيماناً وعلى ربهم يتوكلون

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, maka gemetarlah hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuatlah) Imannya dan hanya kepada Tuhan merekalah, mereka bertawakkal.” (QS.Al-Anfal: 2)
Firman Allah, Swt., yang mengambarkan perihal Al-Akhlāq Al-Rabbāniyyah,
قد أفلح المؤمنون الذين هم في صلاتهم خاشعون والذين هم عن اللغو معرضون والذين هم للزكاة فاعلون
"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Yaitu) Orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna. Dan orang-orang yang menunaikan zakat." QS. Al-Mukminun: 1-4)
Dan amal kebajikan yang merupakan tanda dari Al-Akhlāq Al-Insāniyyah.
والذين هم لفروجهم حافظون
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya.” (QS. Al-Mukminun: 5)
Menjaga kesucian merupakan salah satu moral dasar dalam Islam, menjaga kesucian diri dari yang haram, baik keharaman yang berkaitan dengan harta maupun kemaluan.
            Oleh sebab itu, Nabi, Saw., sepanjang era dakwah di Mekah selama tiga belas tahun, beliau benar-benar mendidik dan mempersiapkan generasi awal (Al-Jail Al-Awwal), yang akan memikul beban dakwah Islam di kemudian hari, dengan akhlak yang baik, akhlak yang berdiri di atas asas dan prinsip Islam di tengah-tengah masyarakat. Akhlak adalah kekuatan pribadi Muslimin, jika tegak akhlak tegak bangsa, jika rusak akhlak rusak bangsa. Seperti yang dikatakan oleh Amīr Al-Syu'arā atau Pemimpin Para Penyair, Ahmad Sauqī dalam bait-bait syairnya sebagai berikut:
إنما الامم الاخلاق ما بقيت # فان هم ذهبت اخلاقهم ذهبوا
واذا اصيب القوم في اخلاقهم # فاقم عليهم مآتما وعويلا
صلاح امرك للاخلاق مرجعه # فقوم النفس بالاخلاق تستقم
Artinya : “Sesungguhnya kejayaan suatu umat (bangsa) terletak pada akhlaknya selagi mereka masih berakhlak dan berbudi perangai utama, jika pada mereka telah hilang akhlaknya, maka jatuhlah umat (bangsa) itu. Jika suatu bangsa terserang moralitasnya (tidak berakhlak), maka bisa dihukumi kondisi mereka susah dan penuh ratapan. Perbaikan pada perkara akhlak menjadi acuan dasar, oleh sebab itu peliharalah dirimu dengan akhlak maka jalanmu akan mulus.”
Syair di atas menuturkan bahwa kejayaan dan kemuliaan suatu bangsa terletak pada moral bangsa tersebut. Jikalau bangsa tersebut tidak bermoral, tidak jujur, suka berbohong, banyak pelacuran, narkoba menjadi-jadi, maka hancurlah bangsa tersebut dan bisa dikatakan tidak bakal memiliki masa depan yang cerah. Ditambah satu klise lagi, jika suatu bangsa terserang moralitasnya maka bangsa itu sedang dirundung masalah yang amat sangat serius, karena bangsa itu akan menjadi bangsa yang rusak, menjadi bangsa yang cacat, tidak jujur, moralnya rendah, narkoba dimana-mana, gaya hidup samenleven sudah menjadi kebiasaan, dan akhirnya hari-hari bangsa tersebut akan dirundung malang, penuh dengan kesusahan dan ratapan yang luar biasa.

0 Comments