Syukur : "Menambah Nikmat dan Menghilangkan Amarah"

Syukur : "Menambah Nikmat dan Menghilangkan Amarah"
Oleh Muh. Thoriq Aziz Kusuma

Google pic.


Jatijuruwarta.com, —   Syukur adalah bentuk pengakuan atas nikmat Allah,  Swt., serta pujian, pelafalan dan pendemonstrasian atas nikmat-nikmat yang telah diberikan. Syukur merupakan ibadah agung yang membuat kehidupan seseorang menjadi nikmat. Syukur melambangkan keutamaan yang mempesona, merupakan derajat maqām yang tertinggi, merupakan setengah dari iman. Karena iman itu terbagi menjadi dua bagian, bagian pertamanya adalah syukur, dan bagian keduanya adalah sabar.

Surat teragung dalam Al-Quran adalah Surat Al-Fātihah, surat ini dimulai usai al-basmalah dengan al-hamdulillāhi rabbi al-ālamīn, segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam.  Al-Hamdu lillāh,  segala puji bagi Allah, adalah sebuah kalimat yang agung, dimana seseorang tidak akan dapat menemukan rahasia besar yang terkandung di dalamnya melainkan dengan jalan membacanya berulang-ulang dan menghayatinya.

Syukur terjadi dengan tindakan atau bi al-jawārih, sedangkan pujian terjadi dengan lisan dan hati dalam setiap keadaan.

Nikmat Syukur

Para ulama menyatakan bahwa ayat-ayat yang menyeru untuk bersyukur dalam Al-Quran banyak jumlahnya,  Islam menjadikan syukur sebagai bentuk ibadah kepada Allah, Swt., sebagaimana Firman Allah, Swt., dalam QS. Al-Nahl : 114,

فَكُلُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّٰهُ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖ وَّا شْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ اِنْ كُنْـتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ

"Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya." (QS. Al-Nahl : 114)

Syukur bukan semata-mata kebiasaan, namun ia adalah ibadah yang membersamai setiap pekerjaan. Allah,  Swt., menginstruksikan kepada keluarga Nabi Dāwud untuk bersyukur selama bekerja.  Sebagaimana FirmanNya dalam QS. Saba' ayat 13,

اِعْمَلُوْۤا اٰلَ دَاوٗدَ شُكْرًا ۗ وَقَلِيْلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُوْرُ

"Bekerjalah wahai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur." (QS. Saba' 34: Ayat 13)

Bekerja adalah termasuk jenis syukur.

Para Fuqahā' menegaskan bahwa siapa yang bersyukur akan selamat dari situasi sulit.  Nabi Lūth, As., diselamatkan oleh Allah, Swt., dari azab yang membinasahkan kaumnya karena sikap syukurnya kepada Allah, Swt.

اِنَّاۤ اَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ حَاصِبًا اِلَّاۤ اٰلَ لُوْطٍ ۗ نَّجَّيْنٰهُمْ بِسَحَرٍ ۙ  * نِّعْمَةً مِّنْ عِنْدِنَا ۗ كَذٰلِكَ نَجْزِيْ مَنْ شَكَرَ

“Sesungguhnya Kami kirimkan kepada mereka badai yang membawa batu-batu (yang menimpa mereka), kecuali keluarga Luth. Kami selamatkan mereka sebelum fajar menyingsing, * Sebagai nikmat dari Kami. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Al-Qamar : 34-35)

Syukur meliputi syukur dengan lisan (bi al-lisān), syukur dengan hati (bi al-qalb) dan syukur dengan anggota badan (bi al-jawārih). Syukur juga mencakup sabar, rida, pujian dan berbagai macam ibadah-ibadah jasmaniah dan rohaniah. Oleh sebab itu, Allah, Swt., memerintahkan kepada kita untuk bersyukur dan melarang kosokbali dari syukur, yakni kufur dan tak berterima kasih.

وَاشْکُرُوْا لِيْ وَلَا تَكْفُرُوْنِ

"Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku." (QS. Al-Baqarah : 152)

Begitu tingginya kedudukan dan derajat syukur, untuk menempatinya tak suang, dan beradun dengan syukur membutuhkan mujāhadah dan sintesis kehidupan yang utama dan unggul.  Oleh sebab itu, orang-orang yang bersyukur jumlahnya teramat langka. 

Sebagaimana Allah, Swt., mensifati orang-orang yang bersyukur dengan jumlah mereka yang sedikit.

Allah SWT berfirman:

وَقَلِيْلٌ مِّنْ عِبَا دِيَ الشَّكُوْرُ

"Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur." (QS. Saba' : 13)

Dan Allah, Swt., mensifati kebanyakan manusia dengan tak bersyukur dan tak berterima kasih, meskipun nikmat Allah, Swt., tercurahkan kepada mereka.

وَاِنَّ رَبَّكَ لَذُوْ فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَهُمْ لَا يَشْكُرُوْنَ

"Dan sungguh, Tuhanmu benar-benar memiliki karunia (yang diberikan-Nya) kepada manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak mensyukuri(nya)." (QS. Al-Naml : 73)

Oleh karenanya Allah, Swt., mengingatkan manusia di dalam Al-Quran perihal nikmat dan pemberianNya yang agung, serta menyeru manusia agar berpikir tentang semesta alam, agar manusia menyadari banyak nikmat dan kebaikan Allah, Swt., yang membalut pada diri mereka, sehingga manusia mau bersyukur dengan sesungguh-sungguhnya.

وَاللّٰهُ اَخْرَجَكُمْ مِّنْۢ بُطُوْنِ اُمَّهٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ شَيْــئًا ۙ وَّ جَعَلَ لَـكُمُ السَّمْعَ وَالْاَبْصٰرَ وَا لْاَفْئِدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur." (QS. Al-Nahl : 78)

Kedewasaan Berpikir

Allah, Swt., mensifati manusia berakal yang menikmati kedewasaan berpikir dan keutuhan sebagai manusia, serta mencapai usia 40 tahun, dengan realitas bahwa mereka melihat nikmat-nikmat Allah, Swt., yang meliputi mereka, serta menyaksikan karuniaNya, dan memohon pertolonganNya agar diberi taufik untuk selalu bersyukur.

حَتّٰۤى اِذَا بَلَغَ اَشُدَّهٗ وَبَلَغَ اَرْبَعِيْنَ سَنَةً ۙ قَالَ رَبِّ اَوْزِعْنِيْۤ اَنْ اَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِيْۤ اَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلٰى وَا لِدَيَّ وَاَ نْ اَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضٰٮهُ وَاَصْلِحْ لِيْ فِيْ ذُرِّيَّتِيْ ۗ اِنِّيْ تُبْتُ اِلَيْكَ وَاِنِّيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

"Sehingga apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun, dia berdoa, Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridai; dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sungguh, aku bertobat kepada Engkau, dan sungguh, aku termasuk orang muslim." (QS. Al-Ahqaf : 15)

Tidak bersyukur dan berlaku kufur mengakibatkan pada kemurkaan Allah, Swt., dan pencabutan atas nikmat-nikmatNya.

وَضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ اٰمِنَةً مُّطْمَئِنَّةً يَّأْتِيْهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِّنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِاَنْعُمِ اللّٰهِ فَاَذَاقَهَا اللّٰهُ لِبَاسَ الْجُـوْعِ وَالْخَـوْفِ بِمَاكَانُوْا يَصْنَعُوْنَ
"Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezeki datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah menimpakan kepada mereka bencana kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang mereka perbuat." (QS. Al-Nahl : 112)

Sungguh Allah, Swt., telah berjanji kepada orang-orang yang beriman,  akan menambah nikmat-nikmatNya atas mereka, bilamana mereka menyikapi nikmat-nikmat tersebut dengan sikap syukur.

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَاَ زِيْدَنَّـكُمْ

"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu." (QS. Ibrahim : 7)

Allah, Swt., menyeru untuk bersyukur kepadaNya dan kepada kedua orang tua, serta menjadikannya sebagai sebab  datangnya anugerah dan karuniaNya.

 اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِـوَالِدَيْكَ ۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ
"Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu." (QS. Luqman : 14)

Seorang yang bersyukur sejatinya ia mengundang banyak kebaikan untuk dirinya sendiri, bilamana ia banyak bersyukur kepada Allah, Swt., maka Allah, Swt., pun akan menambah nikmat-nikmatNya, terus bersinar bunganya karunia dan anugerahnya.

وَمَنْ شَكَرَ فَاِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهٖ ۚ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ رَبِّيْ غَنِيٌّ كَرِيْمٌ

"Barang siapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barang siapa ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya, Maha Mulia." (QS. Al-Naml : 40)

Tak dipungkiri, bahwa nikmat-nikmatNya Allah, Swt., kepada hamba-hambaNya tak terhitung dengan angka dan bilangan berapapun. 

وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَا ۗ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَـظَلُوْمٌ كَفَّارٌ

"Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)." (QS. Ibrahim : 34)

Nikmat teragung yang mesti disyukuri adalah nikmat Islam, iman dan mengenal Allah, Swt., bukan nikmat yang mengenai makanan, minuman sebagaimana yang dimaklumi oleh banyak orang.

Indikasi Signifikansi Syukur

Adalah Rasūlullāh, Saw., bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ibadah dan menghidupkan malam-malamnya dengan ibadah, menjalankan qiyām al-lail di hadapan Tuhannya hingga kakinya membengkak, pembuktian atas rasa syukurnya kepada Tuhannya. Saat Nabi, Saw.,  ditanya kenapa melakukan hal itu?  Nabi, Saw., menjawab, 

أفلا أكون عبدا شكورا

“Tidakkah sudah sepatutnya aku menjadi hamba yang bersyukur.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan Nasa’i)

Apabila pagi dan sore Nabi, Saw.,  berdoa,

 اللَّهُمَّ مَا أَصْبَحَ بِي مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنْكَ وَحْدَكَ  لَا شَرِيكَ لَكَ فَلَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ

“Ya Allah, apa saja ni’mat yang kuterima pagi ini adalah dariMu semata. Tidak ada sekutu bagiMu. Maka bagiMu segala puji dan bagiMu segenap terimakasih.” (HR. Abu Dawud)

Nabi, Saw., juga menyeru kepada sahabat-sahabatnya dan seluruh kaum Mukminin untuk mencapai maqām orang-orang Yang bersyukur.

Wasiat Nabi,  Saw., kepada Mu'ādz Inn Jabal, setiap usai salat untkl membaca,

اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

"Ya Allah, tolonglah aku agar selalu berdzikir/mengingat-Mu, bersyukur pada-Mu, dan memperbagus ibadah pada-Mu.” (HR. Abu Daud dan Ahmad)

0 Comments