Olahraga Menurut Kaca Mata Islam


Kamis, 12 Maret 2020 | 22:00

Olahraga Menurut Kaca Mata Islam.

Vokalberdakwah, — Tak terkecuali anak-anak, olahraga bisa dilakukan oleh siapa saja. Dengan rajin berolahraga banyak manfaat bagi kesehatan yang diperoleh. Olahraga merupakan salah satu aktivitas fisik yang memiliki banyak manfaat, tak hanya untuk kesehatan fisik, namun lebih dari itu untuk kesehatan akal dan batin juga.

Atau dengan bahasa definisi yang lain, olahraga adalah seperangkat tindakan yang dilakukan oleh seseorang secara individu atau kolektif untuk tujuan mengembangkan dan melatih tubuh, serta menggunakan waktu untuk kemanfaatkan dan memperbaiki perilaku. Nabi, Saw., memberikan wejangan perihal pentingnya usaha memperkuat tubuh serta membuatnya tetap sehat, bugar dan terjaga. Oleh sebab itu,  pendidikan jasmani ialah usaha yang berkontribusi untuk membangun tubuh  yang sehat, bugar dan terjaga.

Dalil Mengenai Legalitas Olahraga

Islam menyeru kepada praktik kegiatan olahraga yang bermanfaat, dan Nabi, Saw., mencintai olahraga dan mengarahkan para sahabat untuk rajin berolahraga. Karena berolahraga merupakan usaha penguatan dan penjagaan terhadap integritas tubuh.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah, Saw., bersabda,

الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dari pada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah kepada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘Ini sudah mejadi takdir Allah. Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu setan.” (HR. Muslim)

Manusia adalah makhluk yang terdiri dari akal yang memahami dan mengenali, hati yang mencintai, serta jasmani (tubuh) yang bergerak. Asupan bagi akal manusia adalah ilmu, asupan hati manusia adalah cinta, dan asupan tubuh manusia adalah makanan dan minuman. Jika tiga komponen tersebut telah tercukupi, maka manusia akan menjadi cakap dan unggul. Namun jika hanya satu kompenen saja yang terpenuhi, maka manusia akan menjadi berat sebelah alias bengkok.

Olahraga memberi kekuatan pada tubuh, menghilangkan penyakit dan limbah berbahaya secara alami. Olahraga merupakan sebaik-baik cara untuk menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh. Manusia dari zaman kuno memiliki cara dan metode untuk memperkuat tubuh mereka, dan setiap masyarakat atau bangsa telah mengambil dari situ apa yang sesuai dengan situasinya dan terkait dengan tujuannya.

Hukum Olahraga dalam Islam

Secara umum hukum olahraga dalam Islam adalah boleh. Karena prinsip dasar (al-ashlu) segala sesuatu adalah diperbolehkan, dan tidak diharamkan sesuatu melainkan dengan dalil yang pasti (absolut) dan tegas (eksplisit). Lain halnya dengan tindakan ibadah, dalam ibadah prinsip dasarnya adalah dilarang melainkan ada dalil yang pasti (absolut) dan tegas (eksplisit) tentang pembolehannya. Olahraga merupakan sesuatu yang secara prinsip dasarnya adalah diperbolehkan. Namun jika untuk tujuan memperkuat tubuh, hukumnya bisa naik dan berubah menjadi mustahab (dianjurkan) atau nadb, dengan syarat praktik kegiatan olahraga tersebut terbebas dari kemaksiatan dan bertujuan untuk memperkuat tubuh dan jiwa. Ini adalah pendapat yang kuat perihal hukum olahraga. 

Islam tidak melarang usaha memperkuat tubuh, justru Islam menghendaki seorang mukmin itu menjadi orang yang kuat jasadinya,akalnya,akhlaknya dan jiwanya. Karena kebenaran itu membutuhkan kekuatan. Malahan dalam peradaban umat yang lain menyatakan bahwa kebenaran adalah kekuatan. Sedangkan dalam sudut pandang Islam bahwa kebenaran adalah apa yang datang dari Al-Quran dan Al-Sunah, namun itu membutuhkan kekuatan. Lebih-lebih disampaikan oleh salah satu ilmuan politik senior yang cukup ternama di negeri ini, bahwa orang yang menginginkan hidup damai, maka ia harus kuat. Jika tidak kuat akan mengundang bahaya atau ancaman dari luar. Artinya jika ingin hidup damai harus kuat.

Oleh sebab itu, Nabi, Saw., bersabda,

الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ

“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dari pada mukmin yang lemah." (HR. Muslim)


Tubuh yang kuat lebih mampu melaksanakan tanggungjawab keagamaan dan keduniawian. Islam tidak mensyariatkan apa saja yang membuat tubuh menjadi lemah dan menyebabkan lemah (melempem atau tidak mampu) melaksanakan kedua tanggungjawab tersebut.

Namun Islam meringankan sebagian syariat-syariatnya untuk tujuan menjaga kesehatan tubuh. Maka dibolehkan duduk dalam pelaksaaan salat bagi yang tak mampu berdiri atau qiyām, dibolehkan berbuka puasa bagi yang tak mampu, serta meletakkan syariat haji dan berjihad bagi yang mampu saja. Nabi, Saw., memberikan wejangan kepada Abdulllah ibnu 'Amrū ibnu Al-'Āsh, yang mana ia membuat lelah atau membebani hingga  di luar batas kemampuannya, ia melaksanakan puasa dan qiyām secara terus-menerus tanpa henti. Kemudian Nabi, Saw., dawuh, berpuasalah dan berbukalah kamu, beribadahlah (menjalankan qiyām) dan tidurlah (istirahat) kamu, sesungguhnya pada jasadmu ada hak atas dirimu, dan pada matamu ada hak atas dirimu.

إنَّ لربِّكَ عليك حقًّا، وإنَّ لِنَفسكَ عليك حقًّا، ولأهلك عليك حقًّا، فأعْطِ كلَّ ذي حقٍّ حقَّهُ

”Sesungguhnya pada Rabb-mu ada hak yang harus kamu tunaikan, dan pada dirimu ada hak yang harus kamu tunaikan, dan pada diri keluargamu ada hak yang harus kamu tunaikan, maka berilah setiap bagian akan haknya.” (HR. Bukhari )

فَإِنَّ لِجَسَدِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِعَيْنِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِزَوْجِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِزَوْرِكَ عَلَيْكَ حَقًّا

“Dan sesungguhnya pada jasadmu ada hak atas dirimu, dan pada matamu ada hak atas dirimu, dan pada isterimu ada hak atas dirimu dan pada pengunjungmu ada hak atas dirimu.”  ( HR. Bukhari )

Sejatinya manifestasi latihan fisik atau olahraga banyak variabelnya. Dan beban tanggungjawab keagamaan dalam Islam itu sendiri banyak sekali praktik-praktik olahraga atau melatih organ tubuh, di samping melatih jiwa dan perilaku (integritas).

Spirit Olahraga dalam Islam

Islam mendukung dan mendorong umatnya untuk berolahraga. Dengan ini, kita mengetahui sejauh mana Islam mencakup segala aspek peradaban, dan kerangka kerja yang adil untuk kepentingan umum. Perlu dicatat, bahwa pendidikan jasmani tidak menghasilkan buah yang diinginkan kecuali jika disertai dengan olah spiritual.

Dan jika ada pertandingan, maka seorang mukmin harus mempertahankan kinerja dan menjaga etika atau adab-adab syar'i. Salah satunya yang paling penting adalah tidak ada sikap fanatik. Jika menang, baik individu atau tim, kegembiraan atas kemenangan adalah sifat atau tabiat manusia, namun tetap harus menjaga adab-adab syar'i. Dan jika kalahpun, harus tetap menjada etika atau adab-adab syar'i.

Imam Abu Dawud berkata :

حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا حَمَّادٌ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: كَانَتِ الْعَضْبَاءُ لَا تُسْبَقُ، فَجَاءَ أَعْرَابِيٌّ عَلَى قَعُودٍ لَهُ فَسَابَقَهَا، فَسَبَقَهَا الْأَعْرَابِيُّ فَكَأَنَّ ذَلِكَ شَقَّ عَلَى أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: حَقٌّ عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ لَا يَرْفَعَ شَيْئًا مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا وَضَعَهُ

Menceritakan kepada kami Musa bin Ismail, menceritakan kepada kami Hammaad dari Tsaabit dari Anas, Ra., beliau berkata : “Unta ‘Adhbaa’ tidak terkalahkan, lalu datang seorang arab dusun yang mengendarai unta muda yang menantangnya untuk lomba lari, kemudian ternyata untanya arab dusun mampu mengalahkan unta ‘Adhbaa’, sehingga hal ini membuat para sahabat Rasulullah, Saw., terpukul, maka Nabi, Saw., bersabda : “hak Allah Azza wa Jalla untuk tidak meninggikan sesuatu dari perkara dunia, kecuali dalam kesempatan lain akan merendahkannya”. Musnad Al-Imam Al-Thahāwī.

Ini merupakan adab atau etika, sopan-santun, hikmah, kebijaksanaan dan petunjuk dari Nabi, Saw.

Sebagaimana yang diceritakan oleh istri Nabi, Saw., ‘Aisyah, Rah.,

أَنَّهَا كَانَتْ مَعَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فِى سَفَرٍ قَالَتْ فَسَابَقْتُهُ فَسَبَقْتُهُ عَلَى رِجْلَىَّ فَلَمَّا حَمَلْتُ اللَّحْمَ سَابَقْتُهُ فَسَبَقَنِى فَقَالَ هَذِهِ بِتِلْكَ السَّبْقَةِ

Ia pernah bersama Nabi, Saw., dalam safar. ‘Aisyah lantas berlomba lari bersama beliau dan ia mengalahkan Nabi, Saw. Tatkala ‘Aisyah sudah bertambah gemuk, ia berlomba lari lagi bersama Rasul, Saw., namun kala itu ia kalah. Lantas Nabi, Saw., bersabda, “Ini balasan untuk kekalahanku dahulu.” (HR. Abu Daud)

Tujuan Berolahraga dalam Islam

1. Menjaga tubuh manusia agar kuat dan energik sehingga dapat melakukan  fungsinya secara alami, secara bersamaan olahraga merupakan asupan untuk tubuh dan akal. Olahraga memasok manusia energi yang diperlukan untuk melakukan berbagai tugas, meningkatkan kerja jantung, memperkuat otot dan meningkatkan elastisitas sendi, serta memberikan kebugaran pada fisik dan mental tubuh, kekuatan, vitalitas dan aktivitas fisik.

2. Perlunya tubuh yang kuat untuk menghadapi musuh.

3. Mengisi waktu luang khususnya untuk anak muda dengan hal-hal yang baik, sehingga tidak ada kesempatan untuk berbuat kerusakan dan onar. Dengan cara ini (berolahraga), energi anak muda diarahkan pada apa yang bermanfaat serta mencapai kegemaran (hobi) dan keceriaan mereka dengan apa yang bermanfaat.

4. Menumbuhkembangkan semangat kerja sama di dalam kompetisi yang tenang dan jujur antara individu dan kelompok. Hal ini dapat mengembangkan moral positif individu dan meningkatkan hubungan baik dengan orang lain, yang membawanya kepada kejujuran dan moral yang baik.

Jenis-jenis Olahraga yang Dikenal di Masa Rasullullah, Saw.

1. Jalan kaki, para sahabat sering melakukan lomba jalan kaki, dan Rasulullah, Saw., menyetujui mereka atas hal itu.

2. Memanah dan melempar tembakan (menembak), olahraga ini  memperkuat lengan dan membutuhkan kekuatan besar.

“Kekuatan adalah menembak.” Begitulah sabda Rasulullah, Saw., dalam menafsiri kata quwwah (قوة) pada firman Allah, Swt., “dan persiapkanlah bagi orang kafir apa yang kamu mampu yakni kekuatan," (وأعدوا لهم ما استطعتم من قوة), dengan menembak. Seperti yg diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab shahihnya:

عن عقبة بن عامر قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو على المنبر يقول: (وأعدوا لهم
ما استطعتم من قوة ألا إن القوة الرمي ألا إن القوة الرمي ألا إن القوة الرمي).

Dari uqbah bin amir bahwasanya ia berkata : aku mendengar Rasulullah, Saw., sedang beliau di atas minbar berkata : “dan persiapkanlah bagi orang kafir apa yg kamu mampu yakni kekuatan, ingatlah bahwa kekuatan adalah (skill) menembak! ingatlah bahwa kekuatan adalah menembak! ingatlah bahwa kekuatan adalah menembak!”

3. Berkuda (menunggang kuda). Dalam hadis dijelaskan, dari Abu Hurairah, Ra., bahwa Nabi, Saw., bersabda,

لا سبَقَ إلا في نَصلٍ أو خفٍّ أو حافرٍ

“Tidak boleh ada perlombaan berhadiah, kecuali lomba memanah, berkuda, atau menunggang unta.” (HR. Tirmidzi).

4. Berenang. Sebagaimana diungkapan oleh Umar Ibn Khattab, Ra.,

علّموا أولادكم السّباحة والرّماية وركوب الخيل

"Ajarilah anak-anak kalian berenang, memanah dan menunggah kuda."

Olahraga renang yang kita tahu adalah menggerakkan seluruh badan. Hal ini artinya, kita dituntut untuk selalu bergerak dan tidak berdiam diri saja. Jika tidak bergerak maka akan tenggelam. Sama halnya dalam kehidupan ini, jika ingin berhasil dalam mencari rezeki jangan hanya diam, namun harus bergerak dan berusaha.

5. Bergulat. Olahraga bergulat pada masa Nabi, Saw., adalah sebuah kompetisi yang menunjukkan kekuatan manusia sehingga salah satu dari pegulat mampu menjatuhkan yang lain ke tanah, tanpa menyakiti, mencelakakan dan mentertawakannya. Sebagaimana Nabi, Saw., pernah bergulat dengan Rukanah Ibn Zaid, seorang pemimpin Arab yang terkenal dengan kekuatannya, bahkan ia terkenal sebagai juara gulat yang sulit ditaklukkan. Nabi, Saw., bergulat dengan Rukanah, dan Nabi, Saw., mampu mengalahkannya, Rukanah pun tak berdaya dijatuhkan Nabi, Saw.

6. Olahraga pedang, untuk kompetisi atau perlombaan olahraga dengan pedang ini menggunakan kayu, dengan tujuan latihan. Atau latihan dengan pedang dengan lawan bayangan (khayalan), yang mana ini akan memperkuat lengan dan tubuh.

7. Olahraga lari. Lari dengan segala dengan kemudahannya merupakan salah satu olahraga terbaik guna menguatkan tubuh. Dalam silsilah Al-Shahīhah disebutkan Nabi, Saw., adalah orang yang paling cepat dalam berlari.

Kontrol-kontrol Syariat dalam Praktik Olahraga bagi Seorang Muslim dan Muslimah

Ada hal-hal yang harus diperhatikan oleh seorang Muslim dan Muslimah ketika berolahraga, di antaranya:

1. Haruslah memperhatikan etika dalam berpakaian saat berolahraga. Tidak diperbolehkan membuka aurat dengan alasan bermain olahraga.

2. Olahraga tidak boleh mengganggu waktu untuk melaksanakan ibadah fardhu dan kewajiban agama. Tidak diperkenankan meninggalkan salat dengan alasan berolahraga.

3. Tidak ada ikhtilāt (bercampur baur) antara laki-laki dan perempuan selama latihan olahraga.

4. Tidak diperkenankan mengikuti atau menjadikan perlombaan olahraga sebagai cara untuk memperoleh keuntungan yang terlarang seperti taruhan dan perjudian.

5. Tidak boleh melukai makhluk, baik manusia atau hewan. Seperti mengambil burung untuk latihan memanah dan lain sebagainya.

6. Diperbolehkan melakukan praktik olahraga yang syar'i dan tidak membahayakan kehidupan manusia.

Dalil Mengenai Bolehnya Perempuan Berolahraga

Sebagaimana yang diceritakan oleh istri Nabi, Saw., ‘Aisyah, Rah.,

أَنَّهَا كَانَتْ مَعَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فِى سَفَرٍ قَالَتْ فَسَابَقْتُهُ فَسَبَقْتُهُ عَلَى رِجْلَىَّ فَلَمَّا حَمَلْتُ اللَّحْمَ سَابَقْتُهُ فَسَبَقَنِى فَقَالَ “هَذِهِ بِتِلْكَ السَّبْقَةِ

Ia pernah bersama Nabi, Saw., dalam safar. ‘Aisyah lantas berlomba lari bersama beliau dan ia mengalahkan Nabi, Saw. Tatkala ‘Aisyah sudah bertambah gemuk, ia berlomba lari lagi bersama Rasul, Saw., namun kala itu ia kalah. Lantas Nabi, Saw., bersabda, “Ini balasan untuk kekalahanku dahulu.” (HR. Abu Daud)

Muh. Thoriq Aziz Kusuma,
Penulis



0 Comments