Oleh Muh. Thoriq Aziz Kusuma
Hukum Mengganti Bacaan Azan Ketika Ada Uzur, "Shallū fī Al-Rihāl" |
Vokalberdakwah, — Para ulama mencapai konsensus bersama dan tidak berselisih mengenai mengganti bacaan azan "Hayya 'alā Al-Shalāh" dan "Hayya 'alā Al-Falāh" dengan "Shallū fī Al-Rihāl."
Boleh bagi Muazin melafalkan "Al-Shalātu fī Al-Rihāl" atau "Shallū fī Al-Rihāl" atau "Shallū fī Buyūtikum," bilamana ada uzur syar'i seperti hujan lebat atau lumpur, cuaca dingin yang ekstrem atau angin kencang.
Diperbolehkannya memilih bagi Muazin melafalkan "Al-Shalātu fī Al-Rihāl" atau "Shallū fī Al-Rihāl" atau "Shallū fī Buyūtikum," seusai selesai azan atau sebagai ganti dari "Hayya 'alā Al-Shalāh."
أَذَّنَ ابْنُ عُمَرَ فِي لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ بِضَجْنَانَ، ثُمَّ قَالَ: صَلُّوا فِي رِحَالِكُمْ، فَأَخْبَرَنَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْمُرُ مُؤَذِّنًا يُؤَذِّنُ، ثُمَّ يَقُولُ عَلَى إِثْرِهِ: «أَلاَ صَلُّوا فِي الرِّحَالِ» فِي اللَّيْلَةِ البَارِدَةِ، أَوِ المَطِيرَةِ فِي السَّفَرِ
Artinya: “Suatu ketika Ibnu Umar mengumandangkan azan di sebuah malam yang dingin di daerah Dlanjan. Kemudian Ibnu Umar menyeru, ‘Salatlah kalian di rumah-rumah kalian!’ Lalu Ibnu Umar memberikan informasi kepada kami, sesungguhnya Rasulullah pernah menyuruh seorang muazin untuk mengumandangkan azan. Setelah itu muazin mengumandangkan, ‘Hendaklah kalian salat di rumah-rumah!’ dalam sebuah malam yang sangat dingin atau hujan di tengah perjalanan” (HR al-Bukhari: 632).
Dari sini dapat diketahui, dibolehkan segera setelah itu menlafalkan "Alā Shallū fī Buyūtikum," dalil bahwa perkataan ini dilafalkan setelah selesai azan.
Al-Hāfiz Ibnu Hajar meanggapi tentang hadis ini, bahwa lafal ini diucapkan setelah selesai dari azan (Fath Al-Bārī Juz 2 Halaman 113).
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّهُ قَالَ لِمُؤَذِّنِهِ فِي يَوْمٍ مَطِيرٍ: ” إِذَا قُلْتَ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، فَلَا تَقُلْ: حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ، قُلْ: صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ “، قَالَ: فَكَأَنَّ النَّاسَ اسْتَنْكَرُوا ذَاكَ، فَقَالَ: أَتَعْجَبُونَ مِنْ ذَا، قَدْ فَعَلَ ذَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّي، إِنَّ الْجُمُعَةَ عَزْمَةٌ، وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أُحْرِجَكُمْ فَتَمْشُوا فِي الطِّينِ وَالدَّحْضِ
“Dari Abdillah bin Abbas, beliau berkata kepada juru adzannya di hari-hari penuh hujan, ‘Jika engkau sudah mengumandangkan asyhadu an lâ ilâha illallâh, asyhadu anna muhammadan rasûlullâh (aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah), maka jangan ucapkan hayya ‘alash shalâh (kemarilah untuk shalat), namun ucapkan shallû fî buyûtikum (salatlah di rumah-rumah kalian).’ Juru adzan berkata, ‘Sepertinya orang-orang mengingkari pandangan tersebut.’ Ibnu Abbas menjawab, ‘Apakah engkau merasa aneh dengan ini? Sungguh telah melakukan hal tersebut orang yang lebih baik dariku. Sesungguhnya Jumatan adalah hal yang wajib, namun aku benci memberatkan kepada kalian sehingga kalian berjalan di lelumpuran dan jalan yang rawan terpeleset’.” (HR Muslim).
Secara terang bahwa lafal "Alā Shallū fī Buyūtikum" dan "Alā Shallū fī Al-Rihāl" diucapkan sebagai ganti dari "Hayya 'alā Al-Shalāh" dan "Hayya 'alā Al-Falāh."
Diperbolehkan bagi Muazin untuk melafalkan "Alā Shallū fī Rihālikum," sebagai ganti dari "Hayya 'alā Al-Shalāh," ketika terjadi hujan (lebat), cuaca dingin yang ekstrem atau angin kencang.
0 Comments