Tangani Masalah Kemiskinan dan Pengangguran, Begini Solusi Rasulullah, Saw.

Minggu, 9 Agustus 2020 | 07:07

Written by Muh. Thoriq Aziz Kusuma



Vokal Berdakwah, Kota Surakarta –  Islam telah menaruh perhatian yang sangat besar terhadap masalah kemiskinan dan pengangguran (poverty and unemployment), serta bersemangat untuk penanganannya, bahkan sebelum kemunculannya dengan berbagai cara untuk melindungi komunitas Muslim dari bahaya moral, perilaku dan ideologis yang mungkin menimpanya. Dimana statistik ilmiah menegaskan bahwa kemiskinan dan pengangguran berdampak buruk pada kesehatan mental, terutama bagi masyarakat yang kurang kesadaran beragama. Beberapa dari komune orang-orang yang minum alkohol juga cenderung dibarengi dengan peningkatan tindak kejahatan, seperti pembunuhan, perampokan dan lain-lain, dan diantara pelakunya ialah mereka yang  - mereka yang menganggur atau mengalami kondisi ketunakaryaan.

Oleh karena itu, Rasulullah, Saw., memperbanyak berdoa memohon perlindungan dari kemiskinan (al-Faqr), bahkan beliau mengintegrasikan antara doa mohon perlindungan dari kefakiran (kemiskinan) dan kekufuran.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ

“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kekufuran dan kemiskinan." (Abu Dawud, kitab etika, bab doa di pagi hari (5090), al-Nasai (1347), Ahmad (20397).)

Solusi Kenabiaan untuk Masalah Kemiskinan dan Pengangguran

Dunia dewasa ini juga menderita masalah kemiskinan dan pengangguran, sebagaimana di masa lalu, maka solusi kenabian untuk masalah ini adalah solusi praktis yang berdasarkan ajaran dan aturan Islam. Dimana Rasulullah, Saw., memulai dengan mendorong orang untuk terlibat dalam bisnis, terlibat dalam usaha-usaha perdagangan dan beberapa profesi pekerjaan dan industri, seperti yang dilakukan para Nabi-nabi terdahulu. Sebuah keteladanan yang ideal yang ditampilkan oleh para Nabi-nabi terdahulu dalam bekerja dan berpenghasilan yang halal.

  مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ 

“Tidaklah seseorang yang memakan makanannya lebih baik dari memakan dari hasil jerih payahnya sendiri, dan sungguh Nabiyullah Daud –‘alaihis salam- telah memakan dari hasil karya tangannya sendiri”. (HR. Bukhori: 6333, dari Al-Miqdam, As., dalam kitab jual beli bab usaha seseorang dan bekerja dengan hasil  tangan sendiri.)

Rasulullah, Saw., adalah panutan dan teladan yang harus diikuti di bidang ini. Di mana beliau, Saw., menggembalakan domba dan mempraktikkan perdagangan dengan uang Khadijah, Ra., sebelum misi kerasulannya.

Dari Abu Hurairah, Ra., Rasulullah, Saw., bersabda,

مَا بَعَثَ اللَّهُ نَبِيًّا إِلاَّ رَعَى الْغَنَمَ » . فَقَالَ أَصْحَابُهُ وَأَنْتَ فَقَالَ « نَعَمْ كُنْتُ أَرْعَاهَا عَلَى قَرَارِيطَ لأَهْلِ مَكَّةَ »

“Tidak ada Nabi kecuali pernah menjadi penggembala kambing.” Mereka para sahabat bertanya, “Apakah engkau juga wahai Rasulullah?” Beliau berkata, “Iya, saya telah menggembala dengan imbalan beberapa qirath (mata uang dinar, pen.) dari penduduk Mekah.” (HR. Bukhari, nomor 2262)

Selain itu, Nabi, Saw., meninlai sebuah pekerjaan dengan penilaian yang penuh penghargaan dan rasa hormat, apapun dan bagaimanapun itu bentuknya.  Bahwa bekerja itu lebih baik daripada meminta-minta kepada orang dan menghinakan diri diantara tangan-tangan mereka.


عَنْ الزُّبَيْرِ بْنِ الْعَوَّامِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
لاَنْ يَأْخُذَ أَحَدُكُمْ حَبْلَهُ فَيَأْتِيَ بِحُزْمَةِ الْحَطَبِ عَلَى ظَهْرِهِ فَيَبِيعَهَا فَيَكُفَّ اللَّهُ بِهَا وَجْهَهُ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ النَّاسَ أَعْطَوْهُ أَوْ مَنَعُوهُ

Dari al-Zubair ibn al-Awam, Ra., dari Nabi, Saw., yang bersabda: "Sungguh seorang dari kalian yang mengambil talinya lalu dia mencari seikat kayu bakar dan dibawa dengan punggungnya kemudian dia menjualnya, maka Allah mencukupkannya dengan hal tersebut lebih baik baginya daripada dia meminta-minta kepada manusia, baik mereka memberinya atau tidak." (HR. Al-Bukhori: 1378)

Hadis di atas berisi tentang anjuran untuk bekerja demi menafkahi diri dan keluarga, serta ajakan untuk bekerja dan tidak meminta-minta pada orang lain. Karena seorang Muslim adalah mulia, jangan pernah terima dihina oleh orang lain.

Terdapat keunikan dalam perspektif Nabi, Saw., mengenai bekerja, dimana bekerja dikaitkan dengan pahala dari Allah, Swt., kelak di akherat nanti.

Nabi, Saw., juga mendorong proyek-proyek ekonomi di kalangan umat Islam, dan mendorong mereka untuk bertani. Sebagaimana yang dilakukan oleh Anshar bersama saudara-saudara imigran mereka dari kalangan fakir, yang datang ke Madinah tanpa uang sedikit pun. Mereka di sana bekerja dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan rezeki.

Islam mendorong umatnya untuk meliliki pendapatan yang halal dan membenci kemalasan dan kelambanan. Hal ini memungkinkan umat manusia untuk berpindah tempat untuk mencari tempat yang layak dan masuk akal demi mencari mata pencaharian dan tidak ada ruang untuk keputusan yang tidak bijaksana dan hidup dalam keputusasaan, kemiskinan atau di bawah penganiayaan dan penindasan.

Islam menganjurkan manusia untuk berjuang mencari nafkah dengan cara yang halal sementara menolak penghasilan melalui jalan dosa, seperti melakukan penjarahan, pemerasan, perjudia, perampokan, penipuan atau korupsi. Islam juga tidak menyukai tindakan mengemis sebagai sarana rezeki.

Dalam Ihya'ulumad-din, Al-Ghazali mengidentifikasi dua jenis kemiskinan, yaitu: kemiskinan riil dan kemiskinan karena keserakahan. Kemiskinan riil menyiratkan kurangnya kebutuhan dasar dalam hidup, sedangkan kemiskinan karena keserakahan datang sebagai hasil dari keinginan manusia yang tak terpuaskan akan kekayaan materi. 

Dari berbagai latar belakang mengenai persoalan kemiskinan dan sebagai sarana berkontribusi pada tujuan sosial dan pengentasan kemiskinan di masyarakat, sejumlah pengaturan kelembagaan yang unik dalam sistem Islam dimunculkan, semisal lembaga zakat, sedekah, wakaf dan mirath (warisan) dan lain sebagainya.

Institusi Islam seperti Zakat dan Awqaf adalah alat ekonomi yang sangat penting jika diterapkan, tidak hanya akan memberantas kemiskinan dari masyarakat Islam tapi juga mengurangi pengeluaran pemerintah, dan terus menuju keadilan sosial ekonomi yang lebih baik dan pembangunan yang merata bagi seluruh komponen. Strategi Islam dapat memainkan peran yang besar dalam program pengentasan kemiskinan. Yang menjadi pekerjaan rumah umat Islam ialah bagaimana instrumen Islam itu dapat diintegrasikan ke dalam pengentasan kemiskinan dan program-program yang ditelurkan. Selain itu, umat Islam harus berani menghadapi tantangan dan perkembangan kontemporer untuk mewujudkan sebuah tatanan masyarakat yang berkeadilan dan berperadaban mulia.


0 Comments